Kompas TV internasional kompas dunia

PBB Sambut Baik Pengakuan Presiden Joko Widodo atas Pelanggaran HAM, Desak Langkah Nyata bagi Korban

Kompas.tv - 14 Januari 2023, 22:48 WIB
pbb-sambut-baik-pengakuan-presiden-joko-widodo-atas-pelanggaran-ham-desak-langkah-nyata-bagi-korban
Kantor HAM PBB, OHCHR, hari Jumat, (13/1/2023) menyambut baik pernyataan penyesalan Presiden RI awal pekan ini, atas pelanggaran HAM berat sejak tahun 1960-an, menyebutnya sebagai langkah yang panjang menuju keadilan bagi para korban, (Sumber: UNOHCR)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

JENEWA, KOMPAS.TV - Kantor hak asasi manusia (HAM) PBB, OHCHR, menyambut baik pernyataan penyesalan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) awal pekan ini atas pelanggaran HAM berat sejak tahun 1960-an, Jumat (13/1/2023).

OHCHR menyebut pernyataan Jokowi itu sebagai langkah panjang ke depan dan mendesak diambilnya langkah nyata untuk para korban, seperti laporan UN News.

“Kami menyambut baik pengakuan dan ungkapan penyesalan Presiden Joko Widodo atas 12 peristiwa bersejarah pelanggaran HAM berat, termasuk penumpasan anti-Komunis 1965-1966, penembakan pengunjuk rasa 1982-1985, penghilangan paksa pada 1997 dan 1998, dan Insiden Wamena di Papua pada tahun 2003. Sikap Presiden merupakan langkah panjang menuju keadilan bagi para korban dan orang-orang yang mereka cintai,” ujar Liz Throssell, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia OHCHR kepada wartawan pada konferensi pers reguler di Jenewa, Jumat.

Liz Throssell lebih lanjut mengatakan, “Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk membangun momentum ini dengan langkah-langkah nyata untuk memajukan proses keadilan transisi yang bermakna, inklusif dan partisipatif, menjamin kebenaran, keadilan, reparasi, dan tidak terulangnya korban dan masyarakat yang terkena dampak, termasuk korban kekerasan seksual terkait konflik.”

Baca Juga: Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, Peristiwa 1965 hingga Penghilangan Orang Secara Paksa


Presiden Joko Widodo dilaporkan mengakui “pelanggaran HAM berat” masa lalu yang terjadi di Indonesia dan menyatakan penyesalan atas 12 insiden di masa lalu, yang berlangsung lebih dari 50 tahun.

Ini termasuk penumpasan anti-Komunis 1965-1966, penembakan pengunjuk rasa 1982-1985, penghilangan paksa pada 1997 dan 1998, dan Insiden Wamena di Papua pada 2003.

“Saya sangat menyayangkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran itu,” kata Presiden Joko Widodo hari Rabu.

Kemarahan sejarah

Diperkirakan, setengah juta orang tewas dalam penumpasan anti-Komunis tahun 1960-an dan puluhan pengunjuk rasa pro-reformasi kehilangan nyawa mereka dalam pembunuhan selama tahun 1980-an, katanya.

Kekerasan terjadi setelah komunis dituduh membunuh enam jenderal dalam percobaan kudeta di tengah perebutan kekuasaan antara komunis, militer dan kelompok Islam, menurut laporan berita.

Jokowi dilaporkan menjadi Presiden RI kedua yang secara terbuka mengakui pertumpahan darah tahun 1960-an, setelah permintaan maaf publik mendiang Abdurrahman Wahid pada tahun 2000.

Baca Juga: Pemerintah Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, SETARA Sesalkan Tidak Ada Pengungkapan Kebenaran


Bergerak ke depan

Pernyataan Presiden itu muncul sebagai hasil temuan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, yang ia tugaskan tahun lalu, memenuhi janji pemilu dari 2014.

“Kami berharap laporan ini dipublikasikan untuk mendorong diskusi dan debat,” kata Throssell.

Sambil mencatat bahwa pernyataan Presiden “tidak menghalangi tindakan hukum lebih lanjut dan berkomitmen untuk reformasi yang harus menjamin tidak terulang kembali”, OHCHR juga mendesak pihak berwenang untuk membangun “langkah nyata” yang diambil, untuk “memajukan yang bermakna, inklusif, dan proses keadilan transisi partisipatif”.

Juru bicara OHCHR mengatakan ini perlu mencakup “menjamin kebenaran, keadilan, reparasi dan tidak terulangnya korban dan komunitas yang terkena dampak, termasuk korban kekerasan seksual terkait konflik.”

Dia menambahkan bahwa proses keadilan transisi penuh “akan membantu memutus siklus impunitas selama puluhan tahun, memajukan pemulihan nasional, dan memperkuat demokrasi Indonesia.”

 

 



Sumber : Kompas TV/UN News


BERITA LAINNYA



Close Ads x