Kompas TV internasional kompas dunia

Mantan Menlu Hassan Wirajuda: Permintaan Maaf Belanda Harus Komprehensif, Tidak Sepotong-Sepotong

Kompas.tv - 23 Februari 2022, 05:25 WIB
mantan-menlu-hassan-wirajuda-permintaan-maaf-belanda-harus-komprehensif-tidak-sepotong-sepotong
Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Hassan Wirajuda, Selasa (22/2/2022), meminta penjelasan komprehensif atas permintaan maaf yang disampaikan oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte kepada Indonesia atas kekejaman tentara Belanda saat perang kemerdekaan Indonesia, termasuk terkait ganti rugi Belanda atas kolonialisme selama 350 tahun. (Sumber: Antara)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Menlu Indonesia Hassan Wirajuda meminta penjelasan komprehensif tentang permintaan maaf yang disampaikan oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte kepada Indonesia atas kekejaman tentara Belanda saat perang kemerdekaan Indonesia.

"Kalau mau tuntas permintaan maaf dan penjelasannya hendaknya tidak dilakukan sepotong-sepotong. Harus komprehensif, seperti yang dilakukan Jerman baru-baru ini," kata Wirajuda dalam diskusi bertema Menilik Kembali Hubungan Indonesia-Belanda 1945-1950 di Jakarta, Selasa (22/2/2022), seperti dilaporkan Antara.

Wirajuda mengatakan, Belanda sudah tiga kali meminta maaf kepada Indonesia. Permintaan maaf pertama dilakukan oleh Menlu Belanda Bernard Bot dalam kunjungannya ke Indonesia pada 15 Agustus 2006.

Permintaan maaf itu, kata Wirajuda, disampaikan atas dasar penelitian politik dan moral, tetapi tidak atas dasar penelitian secara hukum.

Berikutnya, permintaan maaf disampaikan oleh Raja Belanda Willem Alexander. Raja Belanda meminta maaf atas kekerasan berlebihan oleh Belanda terhadap Indonesia di masa lalu, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Kemudian, permintaan maaf terakhir disampaikan oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Kamis (17/2/2022) lalu. Rutte meminta maaf kepada Indonesia atas penggunaan kekerasan oleh militer Belanda selama masa Perang Kemerdekaan 1945-1949.

Menurut Wirajuda, yang juga Kepala Pusat Studi Kebangsaan Indonesia Universitas Prasetya Mulya, permintaan maaf tersebut semestinya tidak dilakukan sepotong-sepotong.

Sebaliknya, permintaan maaf perlu dijelaskan secara komprehensif, termasuk terkait ganti rugi yang perlu diberikan oleh Belanda atas kolonialisme mereka terhadap Indonesia selama 350 tahun.

Baca Juga: Belanda Minta Maaf atas Kekejaman Saat Perang Kemerdekaan, Indonesia Nyatakan Akan Pelajari Dokumen

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Kamis (17/2/2022), meminta maaf atas nama pemerintah Belanda kepada rakyat Indonesia. Permintaan maaf tersebut menanggapi temuan penelitian sejarah yang mengatakan militer Belanda terlibat dalam kekerasan sistematis, berlebihan dan tidak etis selama perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949, yang parahnya disetujui oleh pemerintah dan masyarakat Belanda pada saat itu. (Sumber: Associated Press)

"Jadi permintaan maaf itu semua bersifat sepotong-sepotong, tidak menjawab keseluruhan bencana yang diakibatkan oleh penjajahan, oleh kolonialisasi Belanda selama 350 tahun di Bumi Nusantara," katanya.

Wirajuda juga mendorong Belanda untuk belajar dari permintaan maaf yang disampaikan oleh Jerman terhadap Namibia baru-baru ini.

Jerman, kata Wirajuda, menyelesaikan masalah yang tersisa dari masa penjajahan mereka terhadap Namibia secara komprehensif, termasuk penyelesaian terkait ganti rugi.

"Jerman meminta maaf, disertai ganti rugi sebesar 1,34 miliar dolar AS dan pengembalian harta rampasan oleh Jerman," katanya.

Wirajuda mengatakan, jika Belanda tulus membuat perhitungan, semestinya mereka membuat perhitungan yang komprehensif untuk seluruh masa 350 tahun penjajahan mereka di Indonesia, bukan hanya 5 tahun selama masa Perang Kemerdekaan pada 1945-1949.

"Hanya dengan demikian, strategic partnership Indonesia-Belanda dapat berjalan mulus tanpa gejolak musiman seperti saat ini," katanya menambahkan.



Sumber : Kompas TV/Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x