SINGAPURA, KOMPAS.TV - Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara atau ASEAN tengah berupaya mempercepat implementasi konsensus lima poin yang dicapai untuk mengatasi krisis di Myanmar
“Kami menyadari bahwa implementasi Konsensus Lima Poin telah berjalan lamban dan sedikit mengecewakan,” kata Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan pada Selasa (6/7/2021).
“Kami bekerja dalam lingkup ASEAN untuk mempercepat proses ini, dengan tujuan meredakan situasi kemanusiaan, mengakhiri kekerasan di Myanmar, dan mengembalikannya ke arah negosiasi langsung oleh semua pihak terkait yang berujung pada kenormalan, perdamaian, dan stabilitas untuk jangka panjang."
Pada April, ASEAN mengumumkan konsensus berisi lima poin guna menyelesaikan krisis di Myanmar, meski tak ada rentang batas waktu penyetujuannya.
Myanmar berada di bawah kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Banyak protes dilakukan masyarakat sipil yang berlangsung hampir setiap hari, serta bentrok antara militer dan milisi-milisi yang baru terbentuk.
Bulan lalu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan penghentian penyaluran senjata ke Myanmar.
Serta mendesak militer untuk menghormati hasil pemilu pada November dan membebaskan para tahanan politik, termasuk Suu Kyi.
Baca Juga: Desak Segera Hentikan Kekerasan, Utusan ASEAN Kembali Temui Pemimpin Junta Myanmar
Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Duta Besar Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, yang berbicara mewakili pemerintahan sipil terpilih, mendukung resolusi tersebut.
Sementara Brunei, Kamboja, Laos, dan Thailand abstain.
Rancangan awal resolusi PBB mencakup bahasa yang lebih kuat dalam menyerukan embargo persenjataan terhadap Myanmar.
Menurut proposal yang dilihat Reuters pada bulan Mei lalu, sembilan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Singapura, ingin bahasa tersebut dihapuskan.
Balakrishnan mengatakan, ASEAN tak ragu dalam berkomitmen untuk memfasilitasi dan mendukung proses sesuai dengan konsensus lima poin, meski proses tersebut tak akan berjalan “cepat ataupun mudah.”
Dia mengatakan, bahwa Singapura menyatakan dukungan terhadap resolusi PBB, mengingat elemen-elemen kunci resolusi tersebut sesuai dengan posisi negara itu.
Dia pun menambahkan bahwa Singapura dengan ketat mengikuti kewajiban internasional terkait penjualan dan transfer senjata, dan mengikuti embargo maupun sangsi PBB yang diberlakukan terhadap negara manapun.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.