Kompas TV internasional kompas dunia

Rusia Kirim 300 Instruktur Militer ke Republik Afrika Tengah

Kompas.tv - 23 Desember 2020, 07:07 WIB
rusia-kirim-300-instruktur-militer-ke-republik-afrika-tengah
Pasukan Perdamaian Uni Afrika dari Rwanda menahan perusuh di Republik Afrika Tengah tahun 2017 (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo

MOSKOW, KOMPAS TV – Rusia menyatakan telah mengirim 300 ‘instruktur militer’ ke Republik Afrika Tengah, untuk membantu melatih tentara darat negara itu yang saat ini sedang menghadapi ofensif militer kelompok pemberontak menjelang dilaksanakannya pemilihan umum negara itu.

Associated Press mengutip pernyataan kementerian luar negeri Rusia yang mengatakan, ‘instruktur militer’ itu berangkat atas permintaan pemerintah Republik Afrika Tengah.

Negara yang kaya mineral itu mengalami lonjakan tindak kekerasan menjelang pemilihan umum presiden dan parlemen yang akan digelar hari Minggu (27/12/2020) nanti.

Kementerian Luar Negeri Rusia mencatat dalam pernyataannya bahwa rangkaian peristiwa yang terjadi telah membawa “degradasi situasi keamanan di negara itu,” seraya menuding kaum oposisi yang dipimpin mantan presiden Francois Bozize menggoyang stabilitas dengan memobilisasi pasukan pemberontak untuk memasuki ibukota, Bangui.

Rwanda yang memiliki pasukan perdamaian di bawah PBB dan beroperasi di Republik Afrika Tengah mengatakan mereka mengirimkan tentara pada akhir minggu.

Baca Juga: Merawat Momen Konferensi Asia-Afrika - SINGKAP

Kementerian Luar Negeri Rusia mendesak “seluruh kekuatan konstruktif Republik Afrika Tengah melakukan dialog/musyawarah untuk mencari jalan keluar berbagai isu yang dipertikaikan terkait persiapan pelaksanaan pemilihan umum,”

Republik Afrika Tengah sejak 2013 mengalami konflik antar masyarakat dan antar agama yang mematikan, saat kelompok pemberontak mayoritas Muslim meraih kekuasaan di Bangui. Sebagian besar milisi Kristen melawan, yang menewaskan ribuan orang sementara banyak penduduk mengungsi ke tempat yang lebih aman.  

Negara itu mengalami periode yang cukup damai antara tahun 2015 dan 2016, namun kekerasan kembali memuncak dan menyebar, dan sejak penandatanganan kesepakatan damai pada Februari 2019, insiden serius pelanggaran HAM kerap terjadi.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x