Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Was-was Peringatan Gelombang PHK, Ini Kondisi Lapangan Kerja di Indonesia

Kompas.tv - 13 Oktober 2022, 12:50 WIB
was-was-peringatan-gelombang-phk-ini-kondisi-lapangan-kerja-di-indonesia
Was-was peringatan gelombang PHK (Sumber: B-Talk Kompastv, Selasa (11/10/2022). )
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV –  Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh beberapa perusahaan rintisan bidang teknologi atau start up yang terjadi hingga saat ini disebut-sebut sebagai imbas kondisi ekonomi global yang tidak menentu.

Direktur Pelayanan BPJamsostek Roswita Nilakurnia mengatakan, belum ada data yang jelas berapa jumlah karyawan diPHK. Namun, jika melihat dari data penerima manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang sudah disalurkan sampai dengan September 2022 tercatat setidaknya ada 4.704 orang.

“Kita mulai deliver manfaat itu sejak Februari 2022 kemarin. Jadi kalau berbicara apakah ada start up di dalamnya mungkin ada beberapa yang masuk karena bagian dari sektor jasa. Nilainya itu secara manfaat tunai adalah Rp18 M yang sudah kita salurkan,” ujarnya, dalam acara B-Talk Kompastv, Selasa (11/10/2022).

Roswita menyebutkan, berdasarkan catatan, sektor industri yang melakukan PHK terbesar atau hampir sekitar 37 persen itu berasal dari pertambangan dan perkebunan, sedangkan sektor jasa masih di sekitar 2 persen atau  1,8 persen sekian.

“Namun, bukan berarti sektor pertambangan dan perkebunan itu yang paling besar melakukan PHK dibanding sektor lainnya. Itu hanya data penerima JKP yang paling banyak,” jelasnya.

Perusahaan tak lapor 

Kondisi serupa juga dikatakan oleh Wamenaker RI Afriansyah Noor bahwa belum ada laporan khusus mengenai berapa jumlah pasti yang di PHK. Selama ini, perusahaan yang mem-PHK itu tidak pernah melaporkan sehingga Kemenaker mendapatkan informasi ketika terjadi perselisihan.

“Pihak yang di PHK ini melapor kepada kami sehingga dari laporan itu kami baru tahu bahwa ada PHK dengan tidak mendapatkan hak yang seharusnya sudah ditentukan oleh UU,” ujarnya.


 

Noor menambahkan, hak-hak itu seharusnya sesuai peraturan dan undang-undang nomor 35 tahun 2021. Dengan demikian, pihaknya meminta kepada seluruh pengusaha itu harus melaporkan jika terjadi PHK.

“Tapi mereka tidak pernah mau melaporkan sehingga kementerian tidak pernah tahu, tahunya setelah ada perselisihan,” ucapnya.

Perusahaan tertekan, PHK opsi terakhir

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan KADIN Adi Mahfudz menjelaskan, yang terjadi saat ini adalah beberapa perusahaan sedang tertekan sehingga mengambil opsi terkahir yakni PHK.

Ia menuturkan, sebenarnya pengusaha itu selalu optimis. Jadi, melihat PHK itu terjadi secara umum jika memang terjadi suatu kerugian berturut-turut selama dua tahun, PHK itu tidak bisa dihindarkan.

“Adanya PHK seperti itu juga untuk efektivitas dan efisiensi. Intinya melihat, sejauh mana cash flow yakni, cash in itu tidak balance dengan cash outnya. Dari situ, mau nggak mau PHK harus terjadi walaupun sebenarnya kami juga sangat menghindari PHK tersebut,” ujarnya.

Mengutip laporan laman agregator layoff.fyi, sepanjang tahun 2022, total ada 31.707 pekerja start up di dunia yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Laporan itu juga mencatat, sektor digital yang paling banyak melakukan PHK atau meminta karyawannya untuk mengundurkan diri yaitu transportasi, makanan, perjalanan, teknologi finansial, serta perdagangan secara elektronik atau e-dagang dan ritel.

Di Indonesia, isu PHK dan pengunduran diri juga menguat belakangan ini. Beberapa start up Indonesia yang mengalami situasi itu antara lain, Fabelio (sejak awal 2021), TaniHub (Februari 2022), Zenius, Pahamify, Mobile Partner League (MPL), JD.ID, LinkAja, dan Shopee.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x