Kompas TV bisnis kebijakan

Lulusan Universitas Menganggur dan Sulit Dapat Kerja Disebut karena Tak Punya Skill Khusus

Kompas.tv - 3 Agustus 2022, 06:05 WIB
lulusan-universitas-menganggur-dan-sulit-dapat-kerja-disebut-karena-tak-punya-skill-khusus
Ilustrasi wisudawan dari perguruan tinggi. (Sumber: Shutterstock)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari menilai, ada sejumlah faktor yang menyebabkan lulusan universitas menjadi pengangguran atau sulit mendapatkan pekerjaan.

"Pertama, lulusan universitas itu dianggap tidak cukup siap untuk bekerja, karena tidak memiliki skill (kemampuan) yang spesifik yang memang dibutuhkan dunia usaha. Selain itu, mungkin attitude-nya tidak mendukung," kata Dita di program Business Talk (B-Talk) KOMPAS TV, Selasa (2/8/2022).

Ia juga mengatakan, lulusan universitas yang ingin bekerja, perlu memperkaya kemampuan sesuai era digital.

"Kemampuan untuk mengoperasikan equipment (peralatan) teknologi informasi (TI) itu nggak bisa lagi sekadar excel dan word, (melainkan juga punya kemampuan -red) programmer, IT security, digital marketing, dan lain-lain," terangnya.

Sayangnya, menurut Dita, belum semua universitas mampu mempersiapkan mahasiswanya untuk menjadi tenaga kerja yang memiliki kemampuan spesifik, karena masih banyak materi di universitas yang bersifat pengulangan.

"Itulah yang menyebabkan sangat mungkin lulusan universitas tidak bisa memenuhi ekspektasi dari dunia usaha yang lebih mengutamakan skill," imbuhnya.


 

Selain itu, ia juga memperkirakan, lapangan pekerjaan yang sesuai dengan ilmu atau ijazah para sarjana tidak ada atau tinggi pesaing, sehingga tidak bisa menyerap banyak pencari kerja yang jumlahnya besar.

Baca Juga: Dikira Pengangguran, Ternyata Pemuda Mahir Server Ini Terima Gaji Dollar dari Perusahaan Luar Negeri

Senada, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Anton J Supit menekankan bahwa para pengusaha maupun investor sebenarnya tidak mementingkan titel atau gelar sarjana, melainkan kompetensi dari calon maupun pegawainya.

"Dia punya nggak kompetensi? Walaupun dia tamat SD tapi kalau mempunyai kompetensi karena dia mengikuti pelatihan, itu akan jauh lebih baik," ungkap Anton dalam kesempatan yang sama.

Ia juga mengkritisi sistem pendidikan Indonesia yang menyebabkan para lulusan sekolah vokasi atau Sekolah Menengah Kejuruan masih membutuhkan gelar sarjana terapan agar dapat bekerja.

"Mindset (pola pikir) kita harus dirombak. Bayangkan saja sekolah vokasi masih terpikir supaya dapat gelar sarjana terapan," pungkasnya.

Baca Juga: 10 Kampus Terbaik di Indonesia Versi QS World University Rankings 2023

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x