Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Orang Indonesia Punya Banyak Nomor Identitas, Sri Mulyani: Pusing Lah

Kompas.tv - 15 Desember 2021, 12:50 WIB
orang-indonesia-punya-banyak-nomor-identitas-sri-mulyani-pusing-lah
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut upaya pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 yang dilakukan pemerintah pusat dengan daerah tidak sinkron. Anggaran pemda surplus ratusan triliun karena tidak dipakai dengan optimal (23/11/2021). (Sumber: Antara)
Penulis : Dina Karina | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV-  Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, penggabungan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebenarnya untuk kemudahan masyarakat juga.

Rencana penggabungan kedua nomor tersebut, diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Menurut Sri Mulyani, terlalu banyak nomor identitas yang dimiliki warga Indonesia justru menyulitkan. Mulai dari NIK, NPWP, kemudian nomor paspor semuanya berbeda. Belum lagi nomor SIM, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan lainnya.

"Jadi NIK itu unik dan terus dipakai sejak lahir sampai meninggal. Tidak perlu setiap urusan nanti, KTP nomornya lain, paspor lain, pajak lain, bea cukai lain. Pusing lah jadi penduduk Indonesia itu," kata Sri Mulyani dalam sosialisasi UU HPP kepada para pengusaha, Selasa (14/12/2021).

Baca Juga: Sri Mulyani Ketemu Atta Halilintar, Apa yang Dibahas?

Ia kemudian bercerita pengalamannya di Amerika Serikat (AS), yang hanya menerapkan 1 nomor identitas. Yaitu Social Security Number (SSN) dan bisa digunakan untuk berbagai keperluan rakyat AS.

Sri Mulyani mengatakan mendapatkan SSN ketika menempuh pendidikan pasca sarjana di AS. Kemudian ia meninggalkan AS selama bertahun-tahun dan kembali kesana saat menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Namun nomor SSN tetap sama dan masih berlaku.

"Jadi paling tidak untuk urusan perpajakan itu kita gunakan NIK identik dengan NPWP. Pada saat Anda memiliki kemampuan bayar pajak, enggak perlu minta NPWP lagi," tutur Sri Mulyani.

Baca Juga: Belum Ada Aturannya, Tidak Ada Penghapusan Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan di 2022

Sri Mulyani kemudian kembali meluruskan arti dari NIK digabung dengan NPWP. Jika aturan itu sudah berlaku, tidak berarti semua yang sudah punya NIK langsung ditagih pajak oleh negara.

Pajak dipungut dari wajib pajak yang sudah bekerja atau punya bisnis dengan jumlah penghasilan tertentu.

Berdasarkan UU HPP, penghasilan kena pajak (PKP) dikenakan untuk masyarakat dengan pendapatan Rp60 juta per tahun atau di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp4,5 juta per bulan.

Baca Juga: Hingga Oktober 2021, Utang Luar Negeri Indonesia Capai Rp6.038 T

Masyarakat dengan gaji Rp4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun tidak akan diambil pajaknya. Begitu pula UMKM, dengan omzet maksimal Rp500 juta per tahun tidak akan dikenakan pajak.

"NIK memang akan identik dengan NPWP. Tapi kewajiban pajak tergantung dari kemampuan. Kalau tidak mampu bukan bayar pajak, tapi mendapatkan bantuan pemerintah," tandasnya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x