Kompas TV bisnis kebijakan

Cuti Bersama Dihapus, ASITA: Kebijakan Pemerintah Kontradiktif

Kompas.tv - 29 Oktober 2021, 17:26 WIB
cuti-bersama-dihapus-asita-kebijakan-pemerintah-kontradiktif
Ilustrasi Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata menyesalkan kebijakan penghapusan cuti bersama akhir tahun 2021. (Sumber: Traveloka.com)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV – Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies/ASITA) Nunung Rusmiati menyesalkan kebijakan penghapusan cuti bersama pada akhir tahun ini yang telah diputuskan pemerintah.

Ia memahami kebijakan tersebut diambil untuk melindungi masyarakat dan menghindari gelombang ketiga Covid-19 yang berpotensi terjadi pada libur panjang Natal dan Tahun Baru, tetapi jika dilihat dari aspek lain, akhir tahun jadi momentum potensial bergeraknya pasar domestik.

"Ini aspirasi para anggota kami juga, kami menyesalkannya dalam arti positif. Kami tahu pemerintah ingin menekan Covid-19, tapi ini sudah dua tahun. Kami paham parameternya, prokes, mari bersama-sama memulihkan pariwisata," kata Nunung, Jumat (29/10/2021), dikutip dari Antara.

Nunung memastikan industri pariwisata, khususnya agen perjalanan, telah berusaha untuk menerapkan protokol kesehatan ketat, melakukan vaksinasi kepada pekerjanya serta memenuhi standar protokol kesehatan CHSE yang diwajibkan oleh Kemenparekraf.

Baca Juga: Hapus Cuti Bersama untuk Cegah Gelombang Ketiga Covid-19, Menkominfo: Pandemi Belum Hilang

Kontradiktif

Menurutnya, penghapusan cuti bersama kontradiktif dengan kepedulian pemerintah untuk segera memulihkan sektor pariwisata.

"Yang kami sesalkan kenapa harus dihapus padahal kami sudah berusaha penuhi CHSE, semua divaksin. Tapi kami sangat berterima kasih Presiden sudah concern untuk majukan pariwisata, begitu juga dengan Pak Menteri Sandi (Menparekraf) yang terus mendukung langkah positif," katanya.

Pemulihan pariwisata, lanjutnya, perlu dilakukan segera agar perputaran ekonomi bisa terjadi.

Bahkan negara-negara lain telah membuka pariwisata yang sebenarnya sudah menerapkan lockdown dalam waktu lama.

"Contoh Malaysia, dari awal lockdown, jalan saja. Turki juga begitu, sudah dibuka dari September tahun lalu, jalan saja. Kami paham rem dan gas memang berproses. Tapi mungkin kita bisa mulai pelan-pelan ngegas. Masyarakat juga sudah bosan dengan ini," ungkap Nunung.

Baca Juga: Jadi Contoh Travel Bubble, Pariwisata di Kepri Sudah Dibuka untuk Wisatawan Mancanegara

 



Sumber : Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x