Kompas TV nasional hukum

Dicecar Alasan Nangis saat Terjadi Penembakan Brigadir J, Putri Candrawathi: Karena Saya Tidak Tahu

Kompas.tv - 12 Desember 2022, 20:09 WIB
dicecar-alasan-nangis-saat-terjadi-penembakan-brigadir-j-putri-candrawathi-karena-saya-tidak-tahu
Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi, saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022). (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV - Putri Candrawathi mengaku menangis saat dengar suara tembakan di rumah dinas suaminya, Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan pada hari Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadi J terbunuh, 8 Juli 2022.

Hal itu ia ungkapkan saat menjadi saksi dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf, Senin (12/12/2022) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Waktu itu terjadi letusan, terus nggak lama ada yang membuka pintu, ternyata suami saya," kata Putri kepada hakim saat menceritakan peristiwa di tempat kejadian perkara (TKP) pada waktu penembakan Brigadir J.

Hakim kemudian bertanya apakah Putri sempat menangis saat berada di dalam kamar yang terletak tidak jauh dari tempat penembakan Brigadir J.

"Iya pada saat mendengar letusan (tembakan -red) saya menangis," jawab Putri.

"Menangis karena apa saudara?" tanya hakim.

"Karena saya tidak tahu ini ada apa," jawab Putri diiringi suara gaduh peserta sidang serta jaksa yang tampak tersenyum.

Baca Juga: Momen Putri Candrawathi Terdiam dan Berbicara Lirih saat Ceritakan Peristiwa di Magelang 7 Juli 2022

"Karena sejak tanggal 7 Juli, sejak kejadian (diduga pelecehan) saya bingung," lanjut istri mantan Kadiv Propam Polri itu.

Hakim lantas mengganti pertanyaannya agar lebih to the point.

"Kapan saudara mengetahui adanya skenario itu?" tanya hakim.



Putri pun mengatakan mengetahui skenario tembak-menembak yang disusun Ferdy Sambo pada tanggal 9 Juli 2022.

"Waktu itu suami saya ada di kamar, terus menyampaikan ke saya bahwa sudah melaporkan ke Pak Kapolri, bahwa ada peristiwa penembakan, tembak-menembak, Dek Richard sama Dek Yosua disebabkan karena pelecehan seksual terhadap saya," ujar Putri.

"Dan di situ saya marah kepada Pak Ferdy Sambo," imbuhnya.

Kemudian, hakim menyatakan bahwa keterangan Putri berubah. Lantas, hakim menanyakan bagaimana skenario yang pertama kali disampaikan kepada dirinya.

Putri menyebut, Sambo menjelaskan kepada dirinya bahwa akan ada penyidik dari Polres Jakarta Selatan untuk mengungkapkan kronologis kejadian penembakan Brigadir J.

"Di situ saya mengetahui cerita yang Pak Sambo buat," kata Putri.

Baca Juga: Putri Candrawathi Akui Sering Beri Perhatian ke Ajudan dan ART: Saya Anggap Keluarga Kami Sendiri

Hakim lantas memastikan, tangisan Putri di kamarnya yang berada di TKP penembakan Brigadir J merupakan bagian dari skenario.

"Apakah menangisnya saudara itu merupakan peran saudara agar menyesuaikan dengan kronologis itu?" tanya hakim

"Bukan, pada saat disuruh menceritakan kronologis itu saya teringat dengan peristiwa di tanggal 7 (Juli 2022)," ucap Putri.

Merasa jawaban Putri tak sesuai dengan pertanyaannya, hakim pun kembali mengulang pertanyaan.

"Bukan, kan tadi saudara menangis di Duren Tiga, saudara tidak tahu itu menangis karena apa, 'bingung' tadi saudara bilang demikian, nah pertanyaannya adalah, apakah menangisnya saudara di Duren Tiga itu dalam rangka untuk menyesuaikan skenario?"

"Tidak Yang Mulia," jawab Putri singkat.

"Tidak? Jadi saudara cuma bingung begitu saja?" tanya hakim memastikan jawaban Putri.

"Iya, karena saya bingung sekali," jawab Putri.

Baca Juga: Ini Jawaban Putri Candrawathi soal Foto Brigadir J Setrika Baju Anaknya di Magelang: Sebenarnya Saya



Sebagaimana telah diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, Putri menjadi satu dari lima terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang didakwa Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x