Kompas TV nasional hukum

Ahli Hukum Sebut Kasus Kanjuruhan Tanggung Jawab Pidana Berantai, Kenapa Belum Ada Tersangka Baru?

Kompas.tv - 7 November 2022, 21:11 WIB
ahli-hukum-sebut-kasus-kanjuruhan-tanggung-jawab-pidana-berantai-kenapa-belum-ada-tersangka-baru
Aparat menembakkan gas air mata ke arah suporter saat terjadi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022). (Sumber: Antara)
Penulis : Danang Suryo | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ahli hukum pidana Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan dalam kasus Tragedi Kanjuruhan, penetapan tersangka bergantung pada tanggung jawab dan peran dalam peristiwa itu.

Fickar berpendapat bahwa seluruh pihak yang bertanggung jawab bahkan bisa diadili secara bersamaan.

"Dalam konteks Tragedi Kanjuruhan, saya kira semua pihak yang bertanggung jawab dapat diadili secara bersamaan," jelasnya, Senin (7/11/2022), dikutip dari Kompas.com.

Ia melanjutkan, petugas yang menembakkan gas air mata juga dapat dijadikan sebagai tersangka. Namun, kepolisian baru menetapkan pemberi perintah penembakan gas air mata sebagai tersangka.

Baca Juga: Jika 3 Bulan Tak Ada Kelanjutan Penyelidikan Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Bekukan PSSI


Kasus ini, jelas Fickar, bersifat tanggung jawab pidana berantai yang tidak mungkin hanya mengadili perorangan saja.

Meski demikian, ia sadar bahwa penetapan tersangka harus melalui prosedur administratif.

"Tetap ada prosedur administratif yang harus diperiksa yaitu apakah dia sudah sesuai dengan protap gas air mata," jelas dia.

Dalam laporan Kompas.com, kepolisian baru menetap 6 tersangka dalam Tragedi Kanjuruhan tersebut, termasuk Direktur PT LIB Akhmad Hadian Lukita dan polisi pemberi perintah penembakan gas air mata.

Baca Juga: 2 Korban Tragedi Kanjuruhan Diautopsi, Keluarga Berharap Dapat Temukan Keadilan

Namun, hingga saat ini para polisi yang melepaskan tembakan gas air mata belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Padahal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan, penyebab utama kematian 135 orang meninggal dunia itu salah satunya karena penembakan gas air mata.

Senada, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) besutan Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, ada tindakan berlebih dari aparat keamanan seperti menyediakan gas air mata dan menembakkannya ke arah penonton.

Diberitakan sebelumya Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mendesak agar rantai komando penembak gas air mata di Stadion Kanjuruhan terus dikejar.

Baca Juga: Usman Hamid Desak agar Rantai Komando Penembak Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan Terus Dikejar

"Laporan Komnas HAM melengkapi penyelidikan oleh TGIPF, LPSK atau tim lainnya yang dibentuk masyarakat sipil. Yang sebenarnya diharapkan detil peristiwa kekerasan atau luka disebabkan apa," papar Usman dalam Kompas Siang Kompas TV, Sabtu (5/11/2022).

"Lalu, siapa yang lakukan itu, aparat dari satuan mana? Siapa komandannya, rantai komando itu dikejar. Mereka yang diperintahkan efektif dilakukan tindakan eksesif (berlebihan)," paparnya.  

"Soal gas air mata kedaluwarsa. Harus dijelaskan juga harus pendalaman lebih jauh. Dari sana tanggung jawab pidana 135 nyawa lho melayang, bisa dikejar," sambungnya.



Sumber : Kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x