Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Krisis Inggris, Pelajar Indonesia Kurangi Pakai Pemanas Hingga Manfaatkan Aplikasi Food Waste

Kompas.tv - 28 September 2022, 05:31 WIB
krisis-inggris-pelajar-indonesia-kurangi-pakai-pemanas-hingga-manfaatkan-aplikasi-food-waste
Warga berunjuk rasa di depan kantor penyedia listrik Organ di Glasgow, meminta penurunan tarif listrik. Saat ini banyak warga Inggris dikabarkan memilih mengurangi makan agar bisa menyalakan pemanas ruang jelang musim dingin. (Sumber: Financial Times. )
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

LONDON, KOMPAS.TV- Krisis Inggris tak hanya dirasakan oleh warga negara tersebut, namun juga pelajaran Indonesia yang sedang menimba ilmu di Negeri Ratu Elizabeth itu. Para mahasiswa ini harus berhemat, agar yang beasiswa yang didapat cukup untuk memenuhi semua kebutuhan.

Seperti yang dilakukan Hasya Nindita, mahasiswi yang kuliah di Goldsmiths University of London. Untuk mengakali kenaikan harga gas, ia mengurangi pemakaian pemanas ruangan di tempat tinggalnya.

"Kalau soal makanan, yang jelas jadinya harus ngirit dengan masak sendiri dan beli bahan masakan yang bisa tahan lama, ini lumayan membantu," kata Hasya kepada Kompas TV, Selasa (27/9/2022).

"Kalau soal gas agak susah ya karena dibutuhkan tapi salah satunya dengan enggak pakai heater (pemanas) terlalu sering/terlalu lama meskipun di sini dingin," tambahnya.

Baca Juga: Krisis Inggris Memilukan, Anak Sekolah Pura-Pura Makan dari Kotak Kosong Karena Tak Mampu Beli Bekal

Ada juga Adin, yang tinggal di London karena ikut suaminya yang kuliah di University College London. Mereka tinggal di Ibu Kota Inggris itu bersama 2 orang anaknya dan melahirkan seorang anak lagi di sana.

Adin mengakui tidak terbebani dengan  biaya sewa  flat dan tagihan listrik, karena memilih menggunakan akomodasi dari pihak kampus. Namun ia mengatakan kalau harga-harga di Inggris memang sudah mahal sejak awal ia datang setahun lalu.

Sehingga ia harus tetap menyiasati pengeluaran untuk makan sekeluarga dan biaya transportasi yang juga naik. Yakni dengan memperketat pengeluaran dan menambah pemasukan.

"Manfaatin diskon student. Biasanya toko-toko atau restoran ada promo untuk student diskon 10 persen. Kalau butuh mainan, baju, jaket, dan lain-lain yang preloved atau new without tag kualitas bagus, beli di aplikasi khusus namanya Vinted," ujar Adin.

Baca Juga: Resmi, Erick Thohir dan Anindya Bakrie Kuasai Saham Mayoritas Oxford United

Ia juga lebih memilih masak sendiri agar lebih hemat. Beberapa kali juga sempat memanfaatkan  aplikasi Good to Go. Yaitu aplikasi food waste dimana masyarakat bisa membeli makanan yang tidak terjual di resto dengan harga murah. Pembelian dilakukan di jam-jam resto atau toko tersebut mau tutup.

Kedua anak Adin bersekolah di sekolah negeri London dan mendapat makan serta camilan gratis dari sekolah. Sehingga sangat terbantu.

Terkait pemasukan, Adin adalah seorang dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan menerima konsultasi online selama di London. Sedangkan suaminya tetap menerima pekerjaan sebagai konsultan online sambil belajar di kampusnya.

"Sesekali kita sewakan satu kamar di London buat temen-temen luar kota yang mau nginep di London," ucapnya.

Baca Juga: Perempuan Inggris Terpaksa Jadi PSK karena Krisis Biaya Hidup, Istri Tentara Bahkan Salah Satunya

Krisis ekonomi di Inggris sudah dimulai sejak negara itu memutuskan keluar dari Uni Eropa. Inggris kekurangan pekerja imigran sehingga distribusi barang mereka terganggu.

Kemudian Inggris menerapkan penggunaan energi bersih dan menutup semua pembangkit listrik baru bara mereka. Sehingga gas menjadi sumber energi utama namun tak lama kemudian perang Rusia-Ukraina pecah. Pasokan gas dari Rusia terputus karena sanksi yang diterapkan.

Alhasil harga gas naik tinggi dan merembet pada kenaikan biaya hidup lainnya. Pada Agustus 2022, inflasi Inggris tercatat sebesar 9,9 persen.



Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x