Kompas TV nasional sosial

Menata Ratusan Hewan Melata, Menyibak Misteri Ular Berbisa

Kompas.tv - 3 September 2022, 05:31 WIB
menata-ratusan-hewan-melata-menyibak-misteri-ular-berbisa
Sejumlah spesimen ular milik Lydia Apririasari, tertata rapi di ruang tamu rumahnya, di Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. (Sumber: Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Gading Persada

TEMANGGUNG, KOMPAS.TV – Tidak banyak perempuan yang bergelut dengan ular, dan secara khusus mendirikan pusat studi mengenai hewan melata tersebut. Salah satunya adalah Lydia Apririasari.

Pagi itu, Kamis (1/9/2022), cuaca di sekitar Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah cukup cerah, meski udara masih terasa sedikit dingin.

Gunung Sumbing di sebelah selatan terlihat jelas, seperti mengawasi aktivitas warga di lereng utaranya.

Rajangan tembakau milik warga setempat terlihat berjejer di sejumlah titik di tepi jalan Temanggung menuju Wonosobo.

Di salah satu rumah, yang merupakan tempat tinggal Lydia, sekaligus tempatnya menyimpan ratusan spesimen ular, tampak beberapa orang berkunjung.

Perempuan itu menyapa tamunya dengan ramah, lalu menyilakan mereka duduk.

Ratusan botol kaca berisi air tertata rapi di ruang tamunya. Jika tidak memperhatikan foto-foto yang ada di bawah masing-masing botol, sekilas itu seperti manisan buah yang berjejer.

Namun, saat memperhatikan dengan saksama, botol-botol kaca tersebut ternyata berisi spesimen ular atau ular yang diawetkan.

“Ini yang ada di sini 75 jenis, kalau jumlah ularnya 150 lebih, yang hidup ada 12 ekor,” kata pemilik sekaligus pendiri Tulala Snake Research Center ini.

Perwakilan seluruh family ular berhasil dikumpulkannya sejak tahun 1998 lalu. Saat pertama kali mengumpulkan spesimen, ia masih sekadar menyimpan, tanpa memberi keterangan detail.

Waktu itu ia hanya menempelkan kertas bertuliskan nama ular pada sisi luar botol.

Tapi, sejak beberapa tahun terakhir, Lydia mulai membuatkan semacam papan nama untuk ular-ular awetan yang dikoleksinya.

“Ke sininya saya bikinkan name tag, di baliknya ada klasifikasi dan yang spesifik dari ular itu, misalnya bertelur berapa butir, panjang tubuhnya berapa, distribusinya di mana saja, sedetail itu.”

Lydia bahkan bukan hanya mengumpulkan spesimen ular. Keseriusannya mendirikan pusat studi ular juga ditunjukkan dengan mengumpulkan semua bagian tubuh ular, mulai dari tulang hingga embrionya.

“Ada juga tulangnya, anatominya juga lengkap tuh saya punya, sampai ke kotorannya, embrio, kulitnya ada, taringnya. Jadi sedetail itu, karena memang ini tujuannya untuk edukasi,” tuturnya sambil menunjuk ke benda-benda di atas meja.

Seorang pengunjung memperhatikan puluhan spesimen ular di Tulala Snake Research Center milik Lydia Apririasari, di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. (Sumber: Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)

Mayoritas spesimen ular yang dikumpulkan oleh Lydia merupakan ular spesies asli Indonesia, yakni mencapai 95 persen. Sisanya merupakan ular dari luar Indonesia.

Selain mencari sendiri, Lydia juga memperoleh spesimen ular dari beberapa rekannya, termasuk yang berada di luar negeri.

Terlebih sebagian besar temannya mengetahui bahwa ia mendirikan pusat studi tersebut.

Satu-satunya di Indonesia

Lydia mungkin bukan satu-satunya perempuan yang hobi memelihara dan bermain dengan ular.

Namun, ia menyebut pusat studi ular yang dikelola oleh perorangan hanya ada satu di Indonesia, yakni Tulala Snake Research Center miliknya.

Ia mengakui ada beberapa lembaga yang memiliki spesimen untuk studi ular, seperti Museum Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

“Sampai saat ini yang model begini hanya satu di Indonesia,” tuturnya.

“Kalau selebihnya, ada di Museum Biologi UGM ada, karena itu kan negeri, dan di LIPI. Kalau yang swasta seperti ini cuma ada satu,” ia menegaskan.

Lydia menambahkan, spesimen yang dimilikinya mewakili seluruh family ular, bukan mewakili spesies. “Perwakilannya ya, bukan spesiesnya. Kalau spesiesnya bisa lebih dari dua ribu.”

Ia menyebut sejumlah family ular yang dimiliki, mulai dari family Elapidae, Hydrophiidae, Viperidae, Crotalidae, Colubridae, Boidae, Acrochordidae, Typhlopidae, dan masih banyak lagi.

Mendirikan pusat studi ular dan mengedukasi masyarakat tentang binatang melata ini bukan tanpa harapan.

Lydia ingin agar nantinya orang-orang yang pernah datang dan belajar ke tempatnya tidak lagi terlalu takut pada ular.

Kegiatannya selama puluhan tahun mengedukasi masyarakat tentang ular, mulai dari menjelaskan jenis-jenis ular, cara penanganan gigitan, hingga struktur tubuh ular pun mendapat apresiasi dari pemerintah.

Lydia pernah menerima penghargaan sebagai juara pertama kader konservasi nasional, dan pada tahun 2018 lalu ia menerima penghargaan Kalpataru.

Lydia Apririasari,, pemilik Tulala Snake Research Center, menunjukkan cara mengidentifikasi ular melalui sisik yang ada di kepala, Kamis (1/9/2022). (Sumber: Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)

“Dulu pernah jadi juara satu kader konservasi nasional, tahun 2018 saya dapat Kalpataru di Kabupaten Temanggung, selebihnya ada penghargaan juri, pengisi seminar, dll.”

Awal Ketertarikan pada Ular

Ketertarikan Lydia pada ular bukan timbul sejak ia masih kecil, walaupun ia mengaku sebagai seorang penyayang binatang sejak kecil.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x