Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

Dianggap Sulit Takluk pada Tekanan Barat, Menlu Rusia Sanjung Gerakan Non-Blok

Kompas.tv - 29 Agustus 2022, 21:18 WIB
dianggap-sulit-takluk-pada-tekanan-barat-menlu-rusia-sanjung-gerakan-non-blok
Ilustrasi. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov (kanan) bicara dengan Wakil Perdana Menteri Ethiopia Demeke Mekonnen ketika mengunjungi Addis Ababa, Ethiopia, 27 Juli 2022. Pada Senin (29/8/2022), Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyebut negara-negara Gerakan Non-Blok tidak mudah dipengaruhi Barat untuk menempuh kebijakan yang disebutnya anti-Rusia. (Sumber: Associated Press)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Purwanto

MOSKOW, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyanjung Gerakan Non-Blok terkait perselisihan Barat vs Moskow di sekitar perang Rusia-Ukraina. Ia menyebut negara-negara Gerakan Non-Blok tidak mudah dipengaruhi Barat untuk menempuh kebijakan “anti-Rusia.”

Sejak Rusia meluncurkan agresi militer ke Ukraina pada 24 Februari silam, negara-negara Barat yang digawangi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa memberlakukan berbagai sanksi yang menjerat Moskow.

Washington pun aktif melobi negara-negara lain untuk turut menghukum Rusia.

Bahkan, pemerintahan Joe Biden sempat berupaya agar Federasi Rusia dikeluarkan dari G-20. Namun, Indonesia menjawab tekanan ini dengan turut serta mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke KTT di Bali pada November mendatang.

Baca Juga: Akhirnya IAEA Kirim Misi ke PLTN Terbesar Eropa, Redam Risiko Bencana Nuklir akibat Perang?

Lavrov mengklaim negara-negara di luar blok Barat terus ditekan agar ikut memberlakukan kebijakan yang merugikan Rusia.

“Sekarang ini, Barat secara gila-gilaan—saya tidak bisa menemukan kata lain—memaksa siapa pun mengikuti haluan anti-Rusia,” kata Lavrov kepada kanal televisi Zvezda via TASS, Senin (29/8/2022).

“Itu termasuk memvoting resolusi meragukan, secara tak berdasar menuduh Rusia kendati ada faktanya, dan mengambil langkah-langkah praktis, membatasi ekspor ke Rusia, impor dari negara kita, menghentikan hub transport, memutus rantai logistik, dan banyak lain. Anggota-anggota Gerakan Non-Blok tidak larut dalam pemerasan ini,” sambung diplomat berusia 72 tahun tersebut.

Lavrov menambahkan, sebagian anggota Gerakan Non-Blok memang takluk dalam tekanan Barat, tetapi tidak sampai ikut menyanksi Moskow.

“Tekanan terhadap mereka (Gerakan Non-Blok) terus berlanjut. Tidak bisa dikesampingkan bahwa trik yang sangat terlarang akan digunakan (Barat), seperti kata mereka, sesuatu yang ‘di bawah sabuk’ (tidak adil). Ini akan tetap berada dalam pikiran kolega-kolega Barat kita,” pungkas Lavrov.

Gerakan Non-Blok adalah kelompok negara-negara terbesar setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Beranggotakan 120 negara, forum ini menolak bersekutu dengan blok kekuatan utama dunia.

Gerakan Non-Blok didirikan di Beograd, Yugoslavia (kini Serbia) pada 1961 silam. Dasar pembentukan gerakan ini adalah prinsip-prinsip yang disetujui dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.

Waktu itu, gerakan ini disebut dapat berdiri melalui inisiatif Presiden Serbia Josip Broz Tito, Perdana Menteri India Jawharlal Nehru, Presiden Indonesia Sukarno, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, dan Presiden Ghana Kwame Nkrumah.

Baca Juga: Putin Tambah Pasukan di Ukraina, Inggris Ungkap Tak akan Ada Dampaknya, Rusia Sudah Kalah



Sumber : Kompas TV/TASS


BERITA LAINNYA



Close Ads x