Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

Pejabat Uni Eropa: Janji Barat Beri Ukraina Keanggotaan NATO adalah Kesalahan

Kompas.tv - 12 Maret 2022, 13:17 WIB
pejabat-uni-eropa-janji-barat-beri-ukraina-keanggotaan-nato-adalah-kesalahan
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ketika menghadiri rapat luar biasa menteri luar negeri NATO di Brussels, Belgia, 4 Maret 2022. Janji Barat bahwa Ukraina bisa menjadi anggota NATO dianggap sebagai kesalahan. (Sumber: Olivier Douliery/Pool AFP via Associated Press)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Edy A. Putra

PARIS, KOMPAS.TV - Negara-negara Barat membuat kesalahan dengan menjanjikan Ukraina menjadi anggota NATO yang berujung invasi Rusia. Hal tersebut disampaikan seorang pejabat Uni Eropa, Josep Borrell.

Borrell, kini menjabat Representatif Tinggi Uni Eropa bidang Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, menyebut janji Barat ke Ukraina tersebut sebagai “janji yang tidak bisa ditepati.”

“Ada beberapa momen ketika seharusnya kami bisa bereaksi lebih baik. Contohnya, kami mengusulkan sesuatu yang tidak bisa kami jamin, khususnya penambahan Ukraina sebagai anggota NATO,” kata Borrell kepada kanal LCI TV dikutip TASS, Jumat (11/3/2022).

“Ini tidak pernah terwujudkan. Saya pikir adalah kesalahan untuk membuat janji yang tidak bisa kami tepati,” lanjutnya.

Baca Juga: Sekjen: Tidak Boleh Membiarkan Konflik Rusia dan Ukraina Menjadi Konflik Rusia dan NATO

Borrell juga menyorot reaksi Barat di tengah eskalasi ketegangan Rusia-Ukraina sedekade belakangan. Ia menyebut Barat gagal membangun hubungan dengan Rusia.

“Demikian, kami kehilangan kesempatan untuk membawa Rusia lebih dekat dengan Barat untuk menghalangi mereka,” pungkas Borrell.

Respons Barat terhadap peristiwa-peristiwa di Ukraina pasca Revolusi Maidan 2014 sendiri dikritik berbagai pihak.

Sejak revolusi yang memakzulkan rezim pro-Kremlin di Kiev tersebut, Rusia mulai bersikap agresif terhadap Ukraina.

Pada 2014, Moskow mulai bergerak menganeksasi Krimea. Setelahnya, Rusia mendukung gerakan separatis yang mengobarkan perang di Provinsi Donetsk dan Luhansk.

Sederet eskalasi ini kemudian berujung dengan invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu. Sebelumnya, Kremlin mulai mengonsentrasikan pasukan di perbatasan sejak 2021.

Jaminan netralitas Ukraina, yakni tidak akan bergabung dengan blok mana pun, adalah salah satu tuntutan Vladimir Putin di tengah perang. Kremlin pun telah menekankan tuntutan ini sebelum melancarkan agresi.

Baca Juga: Indonesia Terapkan Prinsip Bebas Aktif dalam Perang Rusia-Ukraina Bukan Netral Aktif, Ini Bedanya


 



Sumber : Kompas TV/TASS


BERITA LAINNYA



Close Ads x