Kompas TV nasional peristiwa

China Diduga Incar Sumber Migas di Indonesia, Pemerintah Belum Bersikap

Kompas.tv - 4 Oktober 2021, 12:46 WIB
china-diduga-incar-sumber-migas-di-indonesia-pemerintah-belum-bersikap
Kapal penjaga pantai China-5202 membayangi KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1/2020). (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV – Dalam waktu satu bulan terakhir, Pemerintah China mengerahkan Kapal Survei, Haiyang Dizhi Shihao 10 yang diduga untuk menggelar riset bawah laut di Natuna Utara.

Namun, pemerintah belum mengambil langkah tegas, padahal lokasi itu mengandung cadangan migas terbesar di Indonesia.

Melansir Kompas.Id, sebelumnya,  pada 2-27 September, kapal survei tersebut terpantau melintas zig-zag di kawasan Laut Natuna Utara (LNU) yang mengandung cadangan minyak dan gas paling besar di Indonesia yakni berada di antara Blok Migas Tuna dan Blok Migas Sokang.

Tepatnya, lintasan zig-zag kapal terlihat berada di sekitar lapangan gas D-Alpha dan lapangan gas Dara yang disebut menyimpan 20 persen cadangan migas Indonesia.

Sejak lapangan gas D-Alpha ditemukan pada 1973 dan lapangan gas Dara ditemukan pada 2000, hingga saat ini keduanya belum berhasil dieksploitasi.

Harian Kompas pada 23 Juli 2016 dalam opini "Kegiatan Hulu Migas di Laut Natuna", mantan Deputi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Haposan Napitupulu menyebutkan, klaim sembilan garis putus-putus China memang mencakup lapangan gas D-Alpha dan lapangan gas Dara.

Baca Juga: Kapal Survei China Bakal Kembali ke Laut Natuna Utara, Benarkah Incar Sumber Migas?

Klaim China mencaplok lebih kurang 83.000 kilometer (km) persegi atau 30 persen luas perairan Indonesia di Natuna. Menurutnya, cadangan migas di lapangan gas D-Alpha dan Dara itu merupakan yang terbesar sepanjang 130 tahun sejarah permigasan Indonesia.

Di sana terdapat cadangan gas 222 triliun kaki kubik dan 310 juta barel minyak dengan luas 25 x 15 km persegi dan tebal batuan reservoir lebih dari 1.500 meter.

Namun, sayangnya, sampai kini kedua lapangan gas tersebut belum dapat dieksploitasi karena membutuhkan biaya yang tinggi disebabkan kandungan gas CO2 yang mencapai 72 persen.

Peta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan lokasi kegiatan eksploitasi minyak dan gas di Laut Natuna Utara. (Sumber: Kompas.id)

Lebih lanjut, menurut Haposan, klaim China di Laut Natuna Utara seharusnya memicu pemerintah menggalakkan kegiatan operasi migas di wilayah ini.

Pemerintah bisa memberikan insentif kepada perusahaan migas dalam usaha ”mengejar” keekonomian lapangan untuk mengakomodasi biaya pemisahan gas CO2 yang cukup tinggi untuk mendapatkan gas bumi yang bersih.

Sementara itu,  Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, pada Jumat (1/10/2021) seperti diberitakan Kompas.Id, tidak bersedia menerangkan secara gamblang apakah Pemerintah Indonesia telah menyampaikan keberatan mengenai aktivitas Haiyang Dizhi 10 di LNU.

Ia hanya menyebutkan, mekanisme komunikasi diplomatik terus dimanfaatkan Indonesia untuk membicarakan berbagai isu yang menjadi kepedulian, termasuk isu kemaritiman, dengan China.

Baca Juga: Bakamla akan Sampaikan Konsep Strategi Atasi Polemik Perairan Natuna ke Kementerian Pertahanan

 



Sumber : Kompas TV/Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x