Kompas TV nasional berita utama

Jubir Ahmadiyah: Kehadiran Presiden Jokowi Mendesak untuk Masalah Intoleransi di Sintang

Kompas.tv - 6 September 2021, 13:28 WIB
jubir-ahmadiyah-kehadiran-presiden-jokowi-mendesak-untuk-masalah-intoleransi-di-sintang
Presiden Jokowi saat memberi arahan dalam pelantikan Purnapaskibraka menjadi Duta Pancasila di Istana Merdeka, Jakarta pada Rabu (18/8/2021). (Sumber: Youtube/Sekretariat Presiden)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kehadiran Presiden Joko Widodo disebut sangat mendesak untuk mengatasi masalah intoleransi yang terjadi di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia Yendra Budiana dalam konferensi pers kondisi terkini di Sintang di Kantor Komnas HAM, Senin (6/9/2021).

“Agar bangsa ini tidak semakin radikal oleh para pihak yang menggunakan politisasi isu Ahmadiyah, karena jelas-jelas, dimana-mana kemudian dilakukan tindakan-tindakan persekusi,” kata Yendra Budiana.

“Namun sangat kentara dari video-video yang beredar dan foto-foto yang beredar, mereka yang melakukan persekusi hanya segelintir orang di hadapan ratusan aparat, namun tidak mampu untuk mencegah terjadinya tindakan penyerangan.”

Baca Juga: 6 Sikap Jaringan Gusdurian Terkait Penghentian Aktivitas Ahmadiyah di Sintang

Mirisnya, sambung Yendra, peristiwa-peristiwa kekerasan yang terjadi selalu berdasarkan kepada SKB (Surat Keputusan Bersama) 3 menteri tahun 2008 tentang Ahmadiyah. Tercatat, setidaknya lebih dari 30 peraturan daerah yang melarang kegiatan Ahmadiyah.

“(Larangan) Untuk sholat, untuk mengaji, untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan agama islam yang seharusnya dijamin oleh negara sesuai konstitusi yang mengakibatkan banyak masjid-masjid ditutup oleh para kepala daerah,” ujarnya.

Atas sejumlah hal yang dialami Jemaah Ahmadiyah, Yendra menyatakan pencabutan SKB 3 menteri tentang Ahmadiyah adalah suatu hal yang mendesak.

Sebab, katanya, SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah kerap disalahtafsirkan oleh para pemimpin daerah menjadi sebuah larangan organisasi muslim ahmadiyah.

Baca Juga: Kronologi sebelum Terjadinya Penyerangan Masjid Ahmadiyah di Sintang

“Padahal sejatinya menurut peraturan yang ada Ahmadiyah sudah berbadan hukum sejak tahun 1953 sampai dengan hari ini, belum pernah dibubarkan, tidak dilarang. Baik itu organisasinya, kegiatannya, serta para pengikutnya,” tegasnya.

Dalam keterangan lebih lanjut, Yendra mendesak Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo dan Mendagri Tito Karnavian segera memberikan respons atas situasi intoleransi yang terjadi di Sintang, Kalbar.

“Karena pernyataan Kapolri akan sangat signifikan menurunkan potensi konflik di manapun berada, terkhususnya di Kalimantan Barat,” ujarnya.

“Dan tentu saja mendagri yang mempunyai kaitan langsung dengan pemerintah provinsi kalimantan barat dan bupati Sintang,” ucapnya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x