Kompas TV regional sosial

Alasan Wayang Kulit Sangat Efektif jika Jadi Media Komunikasi Mengadapi Pandemi Covid-19

Kompas.tv - 15 Agustus 2021, 18:17 WIB
alasan-wayang-kulit-sangat-efektif-jika-jadi-media-komunikasi-mengadapi-pandemi-covid-19
Wayang sebagai media komunikasi yang sejak dulu sudah ada di Indonesia ternyata masih relevan dipakai (Sumber: istimewa)
Penulis : Switzy Sabandar | Editor : Fadhilah

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Wayang sebagai media komunikasi yang sejak dulu sudah ada di Indonesia ternyata masih relevan dipakai, bahkan untuk mengkomunikasikan banyak hal terkait pandemi Covid-19.

Pergelaran wayang kulit bisa digunakan untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Menurut Guru Besar Jurusan Seni Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta, Kasidi, wayang bisa mengomunikasikan budaya atau kebiasaan baru, seperti mencuci tangan, memakai masker, dan sebagainya.

Wayang kulit juga bisa jadi media komunikasi untuk menyampaikan kritik, keresahan, serta harapan masyarakat terhadap pemerintah.

"Ini seperti lakon wayang tentang keresahan masyarakat terhadap kebijakan social distancing yang mengancam perekonomian mereka," ujarnya dalam webinar ‘Peran Wayang sebagai Media Komunikasi Menghadapi Pandemi’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Filsafat UGM, dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-54 Fakultas Filsafat UGM, Sabtu (14/8/2021).

Baca Juga: Mengenal Wayang Papua dari Sosok Lejar Hukubun 

Wayang sebagai media komunikasi masih relevan digunakan dalam berbagai situasi, termasuk pandemi Covid-19, karena sebuah karya lakon wayang dilatarbelakangi oleh proses kreatif dalam dialog antara dalang, penonton atau penanggap, dan lingkungan (universe) sekitar.

Dalam proses kreatif tersebut, dalang kemudian menerima gagasan-gagasan dari berbagai pihak. Gagasan tersebut kemudian dikemas dalam kesenian sehingga dapat diterima dan menjadi menarik untuk didengar dan disaksikan.

Ia mencontohkan pada masa Orde Baru, wayang menjadi media komunikasi pesan-pesan program Repelita (Rencana Pembangunan Lima tahun) yang digagas oleh pemerintahan kala itu. Kemudian ketika terjadi krisis moneter di Indonesia sekitar 1997, wayang pun menjadi media komunikasi atas pesan-pesan keresahan masyarakat.  

“Setelah (1997) itu, semua lakon wayang berkonsep gugat dengan subtansi isinya adalah keinginan masyarakat atas keinginan reformasi saat itu,” ucap Kasidi.

Sementara, dosen filsafat wayang dari Fakultas Filsafat UGM Iva Ariani mengungkapkan, pergelaran wayang kulit saat ini sedang menghadapi permasalahan kelangkaan generasi. 

"Generasi baru sekarang tidak banyak mengenal 'bahasa' wayang," kata Iva. 

Baca Juga: Mengenal Wayang Kristal Sardi Beib, Modal Botol Plastik Bekas Bisa Raup Untung Jutaan Rupiah

Terlebih, media komunikasi yang digunakan sekarang ini juga bukan media komunikasi yang selama ini digunakan untuk pergelaran wayang yakni media sosial.

Oleh karena itu, ia menyarankan pergelaran wayang juga harus masuk ke dunia virtual untuk beradaptasi.   

Ia tidak menampik banyak dalang yang tidak bisa menggunakan teknologi digital, sehingga hal yang harus dilakukan adalah peningkatan literasi digital kepada para pekerja seni.

Iva berharap semua pihak dapat mendukung dan ikut bekerja sama dalam upaya melestarikan salah satu media komunikasi penting dalam masyarakat Indonesia itu.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x