Kompas TV feature karena wanita

Dianggap Pekerjaan Maskulin, Mahasiswi Jurnalistik Enggan Jadi Jurnalis

Kompas.tv - 12 Juli 2021, 16:42 WIB
dianggap-pekerjaan-maskulin-mahasiswi-jurnalistik-enggan-jadi-jurnalis
Ilustrasi, Profesi Jurnalis yang Kurang Diminati Mahasiswa Jurnalistik, Terutama Perempuan (Sumber: Kompas.tv/Nat)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Eddward S Kennedy

JAKARTA, KOMPAS.TV – Profesi jurnalis kurang diminati mahasiswa jurnalistik, terutama perempuan, lantaran dinilai sebagai pekerjaan yang maskulin.

Hal itu dikemukakan oleh Remotivi bersama Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia dan Universitas Diponegoro dalam hasil penelitian berjudul “Mengapa Banyak Mahasiswi Jurnalistik dan Sedikit Jurnalis Perempuan?”

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Eriyanto mengatakan, jurnalis secara umum dipandang sebagai profesi yang maskulin. Hal ini hasil konstruksi sosial di masyarakat, kemudian diperkuat oleh beragam produk budaya, seperti film.

Ada pula bias jender dalam praktik jurnalistik. Menurut penelitian, sebagian responden perempuan diminta menulis berita ”halus”, seperti hiburan, mode, atau kuliner, selama magang. Sementara itu, responden laki-laki meliput isu ”serius”, seperti politik dan ekonomi.

”Di sisi lain, beberapa perempuan enggan meliput isu politik, ekonomi, hingga teknologi karena pengalaman pelecehan saat liputan, seperti dimintai nomor teleponnya, diajak bertemu, dan diajak mengobrol personal setelah wawancara,” ujarnya dalam diskusi daring, Sabtu (10/7/2021).

Baca Juga: Perempuan Ini Dilarang Terbang karena Pakaiannya Dianggap Tak Pantas dan Menyinggung Keluarga Lain

Adapun, Peneliti Remotivi, Muhamad Heychael mengatakan, hal ini berhubungan dengan rendahnya penghargaan dan budaya kerja eksploitatif di industri media.

”Kompensasi yang diterima jurnalis tidak sebanding dengan beban dan risiko pekerjaan,” katanya.

Pandangan mahasiswa dan mahasiswi terhadap profesi jurnalis terbagi dua. Pandangan positifnya, jurnalis dinilai sebagai pekerjaan yang memiliki privilese, seperti untuk mengunjungi acara tertentu dan bertemu narasumber penting.

Selain itu, jurnalis juga dianggap profesi intelektual, idealis, berdampak sosial, dan bergengsi.

Namun, pada lain sisi, profesi jurnalis dinilai tidak punya gaji memadai, berisiko tinggi terhadap keamanan, dan tidak punya jenjang karier yang pasti. Profesi ini juga menuntut banyak waktu sehingga perempuan kesulitan menjalani peran sebagai ibu.

Direktur Remotivi Yovantra Arief menyebutkan, jumlah jurnalis di Indonesia mencapai 14.000 orang, tetapi perempuan jurnalis hanya 10 persen di antaranya.

Adapun, penelitian dilakukan terhadap 222 mahasiswa perempuan dan laki-laki di Universitas Diponegoro, Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Gadjah Mada.

Hasilnya, 65 persen mahasiswa dan 63 persen mahasiswi tidak menjadikan jurnalis sebagai profesi utama yang akan dijalani setelah kuliah.

Baca Juga: LPSK Lindungi Saksi Kasus Pembunuhan Jurnalis Mara Salem Harahap yang Libatkan Oknum TNI



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x