Kompas TV nasional update corona

Ivermectin yang Disebut Bisa Jadi Terapi Covid-19 Masih Perlu Uji Klinis pada Manusia

Kompas.tv - 22 Juni 2021, 17:36 WIB
ivermectin-yang-disebut-bisa-jadi-terapi-covid-19-masih-perlu-uji-klinis-pada-manusia
Ilustrasi penelitian di laboratorium Kalbe Farma. (Sumber: Kompas.id/ HERU SRI KUMORO)
Penulis : Hedi Basri | Editor : Fadhilah

JAKARTA, KOMPAS.TV - Meski terdengar seperti hal yang baik karena disebut bisa menjadi obat Covid-19, Ivermectin masih perlu dilakukan uji klinis pada manusia.

Tujuannya untuk memvalidasi keamanan dan efektivitas obat untuk pengobatan Covid-19 yang potensial.

Seperti diberitakan, pemerintah melalui BUMN menyebut Ivermectin bisa menjadi terapi pengobatan untuk Covid-19.

Namun belakangan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito menegaskan bahwa hingga kini izin edar dari BPOM untuk Ivermectin adalah sebagai obat cacing, bukan obat Covid-19.

"Izin edar sebagai obat cacing, dan ini obatnya adalah obat berbahan kimia ya, tapi bahan kimia yang ada efek sampingnya," tegas Penny dalam siaran live Selasa (22/6/2021).

Penny menegaskan tetap membutuhkan dukungan ilmiah lebih lanjut jika Ivermectin digunakan sebagai terapi Covid-19 di Indonesia, dalam hal ini uji klinis.

Baca Juga: BPOM Tegaskan Ivermectin Bukan Obat Covid-19

Hal itu senada dengan Kylie Wagstaff, ilmuwan dari Monash Biomedicine Discovery Institute yang memimpin penelitian tentang obat Ivermectin yang dipublikasikan beberapa bulan lalu.

Wagstaff mengatakan, penelitian tersebut telah menjamin kemungkinan uji coba pada manusia dan akan menghasilkan informasi yang lebih kredibel mengenai kemanjuran obat di dalam sel hidup.

Wagstaff memperingatkan bahwa tes yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah in vitro. Artinya bahwa uji coba masih perlu dilakukan pada manusia.

“Ivermectin sangat banyak digunakan dan dipandang sebagai obat yang aman. Namun, kita perlu mencari tahu sekarang apakah dosis yang dapat Anda gunakan pada manusia akan efektif – itulah langkah selanjutnya,” kata Wagstaff seperti dilansir dari laman resmi Monash University.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x