Kompas TV nasional peristiwa

BMKG: Waspada Dampak Cuaca Ekstrem Seperti Banjir Bandang, Tanah longsor dan Gelombang Tinggi

Kompas.tv - 20 Februari 2021, 20:45 WIB
bmkg-waspada-dampak-cuaca-ekstrem-seperti-banjir-bandang-tanah-longsor-dan-gelombang-tinggi
ilustrasi banjir yang menggenangi pemukiman warga (Sumber: KOMPAS.COM/ADITYA MAULANA)
Penulis : Johannes Mangihot

JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan agar warga Jabodetabek untuk mempersiapkan diri karena saat ini wilayah Jabodetabek masih masuk periode puncak musim hujan.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan puncak hujan di Jabodetabek diperkirakan masih berlangsung pada akhir Februari hingga awal Maret 2021 mendatang.

Menurut Dwi, di saat puncak musim hujan terjadi, umumnya curah hujan juga masih berpeluang terjadi dengan intensitas ringan hingga lebat dan dalam durasi yang cukup lama, sehingga masuk dalam kategori cuaca ekstrem.

Baca Juga: BMKG: Cuaca Ekstrem Masih Terjadi Hingga Maret 2021

Oleh karena itu, masyarakat di Jabodetabek masih harus tetap mengantisipasi dan waspada terhadap dampak yang bisa ditimbulkan akibat curah hujan tersebut selama puncak musim hujan.

"Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang namun waspada dan berhati-hati terhadap dampak cuaca ekstrem seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang dan gelombang tinggi," ujar Dwikorita dalam konferensi pers, Sabtu (20/2/2021).

Penyebab cuaca ekstrem

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan kondisi cuaca ektrem di wilayah Jabodetabek disebabkan sejumlah faktor, yaitu pada 18-19 Februari terpantau adanya seruakan udara dari Asia yang cukup signifikan dan mengakibatkan peningkatan awan hujan di Indonesia bagian barat.

Baca Juga: Banjir Cipinang Melayu Belum Surut, Warga yang Mengungsi Masih Kekurangan Bantuan

Kemudian terpantau aktivitas gangguan atmosfer di zona equator (Rossby equatorial) mengakibatkan adanya perlambatan dan pertemuan angin dari arah utara membelok tepat melewati Jabodetabek, sehingga terjadi peningkatan intensitas pembentukan awan-awan hujan.

Juga adanya tingkat labilitas dan kebasahan udara di sebagian besar wilayah Jawa bagian barat yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah Jabodetabek.

Serta terpantau adanya daerah pusat tekanan rendah di Australia bagian utara yang membentuk pola konvergensi di sebagian besar Pulau Jawa dan berkontribusi juga dalam peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di barat Jawa termasuk Jabodetabek.

Baca Juga: Tim SAR Gabungan Berhasil Temukan Korban Terakhir Tanah Longsor di Kebumen

Guswanto juga menjelaskan, curah hujan yang terjadi saat ini di DKI Jakarta sebenarnya masih lebih rendah dibandingkan curah hujan pada Januari 2020 yang juga menyebabkan banjir di wilayah Jabodetabek.

"Ada beberapa faktor penyebab banjir di DKI Jakarta yaitu hujan yang jatuh di sekitar Jabodetabek yang bermuara di Jakarta, kemudian hujan yang jatuh di Jakarta sendiri serta ada pasang laut. Selain itu daya dukung lingkungan juga sangat berpengaruh," ujarnya.

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x