Kompas TV internasional kompas dunia

Protes di Myanmar Kian Marak, Junta Militer Berlakukan Aturan Pembatasan Baru

Kompas.tv - 9 Februari 2021, 10:14 WIB
protes-di-myanmar-kian-marak-junta-militer-berlakukan-aturan-pembatasan-baru
Pengunjuk rasa disemprot dengan air yang ditembakkan dari meriam air di Naypyitaw, Myanmar pada Senin, 8 Februari 2021. (Sumber: Associated Press)
Penulis : Tussie Ayu

 

YANGON, KOMPAS.TV – Penguasa Myanmar yang baru, memberlakukan larangan untuk menekan orang-orang yang menentang kudeta. Junta militer mengeluarkan keputusan yang melarang protes damai yang terjadi di dua kota terbesar di negara itu.

Beberapa pembatasan baru yang diberlakukan adalah adanya larangan pertemuan lebih dari lima orang. Selain itu, diberlakukan jam malam sejak jam 8 malam sampai jam 4 pagi di Yangon dan Mandalay. Kedua kota itu merupakan kota terbesar pertama dan kedua di Myanmar, tempat berlangsungnya demonstasi yang melibatkan ribuan orang sejak Sabtu lalu.

Pembatasan baru ini diumumkan oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing dalam pidato perdananya di televisi. Ia mengumumkan aturan darurat militer di seluruh wilayah Myanmar.

Baca Juga: Pemimpin Tertinggi Militer Myanmar Pidato, Berjanji Serahkan Kekuasaan Kepada Pemenang Pemilu Baru

Para pengunjuk rasa di Yangon melakukan unjuk rasa di persimpangan pusat kota besar sambil memberikan penghormatan tiga jari, yang merupakan simbol perlawanan dan membawa plakat bertuliskan, "Tolak kudeta militer" dan "Keadilan untuk Myanmar."

Demonstrasi juga terjadi di kota-kota di utara, tenggara dan timur negara itu.

"Kami tidak menginginkan junta militer," kata Daw Moe, seorang pengunjuk rasa di Yangon. “Kami tidak pernah menginginkan junta ini. Tidak ada yang menginginkannya. Semua orang siap untuk melawan mereka," ujarnya seperti dikutip dari the Associated Press.

Sedangkan Ming Aung Hlaing bersikeras bahwa kudeta militer adalah langkah yang dibenarkan. Ia beralasan, pemilu yang dilakukan pada November tahun lalu sarat dengan kecurangan. Ia menyebut bahwa langkah militer terlah sesuai dengan konstitusi.

“Setelah tugas masa darurat selesai, pemilihan umum multi partai yang bebas dan adil akan diselenggarakan sesuai konstitusi, ujarnya seperti dikutip AFP, (9/2/2021).

Media pemerintah untuk pertama kalinya, menyebut bahwa protes yang dilakukan demonstran akan membahayakan stabilitas negara.

Baca Juga: Kudeta Myanmar: Tenaga Kesehatan, Biksu, Suku Minoritas, Bergabung Unjuk Rasa Menentang Militer

“Demokrasi bisa dihancurkan jika tidak ada disiplin,” demikian pernyataan Kementerian Penerangan yang dibacakan di stasiun televisi negara MRTV. "Kami harus mengambil tindakan hukum untuk mencegah tindakan yang melanggar stabilitas negara, keamanan publik, dan supremasi hukum."

Aung San Suu Kyi, yang menjadi simbol internasional perjuangan negara untuk kebebasan, kini kembali menjadi tahanan rumah.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x