JAKARTA, KOMPAS.TV - Tenaga kesehatan sepertinya punya peran ganda saat bertugas, sejak masa pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, Maret 2020 lalu. Selain berjibaku melakukan tindakan medis, mereka juga harus menjadi saksi dari kisah-kisah pilu para pasien yang mengalami kehilangan.
Beban kerja yang sangat tinggi dan sangat teknis, ditambah tekanan psikis karena bertubi-tubi dihadapkan pada kenestapaan keluarga yang ditinggal mati korban Covid-19 memunculkan kebutuhan untuk perawatan dan konseling bagi tenaga kesehatan.
Sebab, virus ini membuat para penyintasnya berjuang menguatkan diri sendiri dalam menghadapi duka dan kesedihan, serta tenaga kesehatan yang berjuang mempertahankan nyawa mereka yang terjangkit juga membutuhkan kekuatan dan sandaran untuk ketenangan, karena bertubi-tubi tekanan yang mereka hadapi saban hari.
Baca Juga: Menkes: Stres Saya, 11 Persen Tenaga Kesehatan Gagal Divaksin Gara-Gara Darah Tinggi
Itulah yang dirasakan Desca Tarigan, salah satu perawat di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, seperti dilaporkan Ira Gita Natalia dari Kompas.com
Desca yang sebelumnya perawat anak, tiba-tiba harus bertugas menangani pasien Covid-19 dengan kategori sedang dan berat.
Kepada Kompas.com, Desca mengungkapkan hal terberat yang dia rasakan selama menangani pasien-pasien tersebut. "Paling sedih tuh kalau lihat pasien lagi butuh semangat tapi enggak ada siapa-siapa," kata Desca saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/1/2021).
"Mau enggak mau ya kita sebagai tim medis selain kita kasih tindakan medis dan kasih semangat juga ke dia," sambungnya.
Baca Juga: Ridwan Kamil Ungkap Vaksinasi Nakes Kurang Memuaskan, Ini Penyebabnya
Desca bercerita, saat awal masa pandemi, ia pernah menangani sepasang suami istri yang terjangkit virus corona. Saat itu, satu minggu setelah sang istri dinyatakan positif Covid-9, suaminya tiba-tiba masuk rumah sakit dalam kondisi kritis.
"Istrinya masuk itu awalnya tipes enggak tahunya Covid-19 terus satu minggu dirawat dia sudah membaik, eh suaminya masuk (rumah sakit)," tutur Desca.
Tiga hari berselang, suami dari pasien itu pun meninggal dunia karena Covid-19. "Suaminya masuk dengan keadaan sudah kritis, tiga hari dirawat suaminya meninggal nah itu sedih banget," lanjut dia.
Sang istri kemudian mencurahkan kesedihannya kepada Desca yang saat itu sedang bertugas. Ia tidak sempat memakamkan sang suami tercinta bahkan melihatnya untuk yang terakhir kali.
Baca Juga: Semua Nakes Harus Divaksin
"Istrinya enggak menyaksikan suaminya sakit terus meninggal, dia ngerasa' gara-gara aku nih', itu pengalaman yang sedih banget," sambung Desca dengan suara yang mengecil.
Desca pun hanya bisa memberi kata-kata penghiburan untuk menguatkan. Saat ini, pasien tersebut sudah sembuh dan harus menjalani kehidupannya tanpa suaminya.
Ini adalah satu dari sekian banyak kisah sedih yang disaksikan Desca selama menjadi tenaga kesehatan di masa pandemi.
Ia berharap, masyarakat terus disadarkan akan bahayanya virus ini dan tetap menjaga protokol kesehatan, karena pandemi Covid-19 ini tidak hanya mengambil nyawa, namun juga menyisakan beban maha hebat bagi keluarga yang ditinggalkan, bagi penyintas yang harus mengalami kerusakan pada organ tubuh, dan bagi para tenaga kesehatan yang bertubi-tubi dihadapkan tekanan hebat menyelamatkan setiap nyawa yang mereka harus selamatkan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.