Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Pandemi, Resesi & Kemiskinan Ekstrem: Gunungan Utang (1)

Kompas.tv - 4 November 2020, 07:57 WIB
pandemi-resesi-kemiskinan-ekstrem-gunungan-utang-1
Ilustrasi kemiskinan (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Dyah Megasari

JAKARTA, KOMPASTV. Bank Dunia merilis skema terburuk yang akan terjadi, jika ekonomi global makin terpuruk tahun depan. 150 juta orang diramal jatuh ke kondisi sangat miskin, jika pandemi corona tidak bisa dikendalikan dan menambah beban banyak negara.

Kelompok yang masuk ke dalam kondisi sangat miskin adalah mereka yang memiliki penghasilan di bawah USD 1,9 atau paling besar Rp 29.000.

Sekitar 82 persen orang yang standar hidupnya turun dari miskin menjadi sangat miskin, berasal dari negara-negara berpenghasilan menengah seperti India, Nigeria, dan…. Indonesia. Kemiskinan disumbang oleh penduduk perkotaan meskipun berpendidikan.

Masih memakai hitungan Bank Dunia, pandemi menyandung upaya penuntasan kemiskinan penduduk global, yang sebelumnya sempat ada kemajuan. Akibat pandemi juga, kemiskinan ekstrem diprediksi terjadi untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir.

Baca Juga: Angka Kemiskinan di Jatim Meningkat di tengah Pandemi Covid-19

“Pandemi juga akan mempersulit negara-negara di dunia untuk kembali ke pertumbuhan inklusif,” jelas Presiden Bank Dunia, David Malpass. Kami beri catatan, narasi ini masih dalam konteks dunia, Indonesia ikut andil di dalam peta proyeksi kemiskinan ini.

Berebut Mencari Utang

Hampir seperempat dari populasi dunia hidup dengan penghasilan di bawah USD 3,2 atau (Rp 47.000) per hari. Masyarakat di kelompok penghasilan ini sangat rentan terhadap jenis guncangan ekonomi. Terlebih jika datangnya seperti gelombang lautan yang berulang.

Negara-negara berkembang yang penduduknya rentan miskin dan sangat miskin, akan berlomba ketat mencari utang ke Bank Dunia, lembaga keuangan dunia (seperti IMF & ADB) dan negara-negara lain yang lebih kaya, untuk memerangi pandemi. Seumlah negara di daratan Afrika sudah mulai mengajukan permintaan bantuan dari lembaga donor.

Indonesia Tak Sendiri

Dari dunia dikerucutkan pada kondisi Indonesia. Corona, memaksa pemerintah melalui Perppu No.1 Tahun 2020, yang telah disahkan sebagai Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2020, menaikkan batas defisit hingga 6,34 persen terhadap PDB atau setara dengan Rp 1.039,2 triliun.

Normalnya, defisit anggaran tak boleh di atas 3 persen, jika Indonesia mau dikatakan sebagai negara yang sehat secara fiskal. Dalam penjelasan sederhana, semakin lebar defisit anggaran sebuah negara, berarti potensi gunungan utang akan bertambah besar.

“Tapi ada saja orang yang nyinyir ke saya soal utang-utang. Ya tidak apa-apa, wong itu utang untuk menyelamatkan jiwa seluruh masyarakat di Republik Indonesia," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Memakai data Kementerian Keuangan, total outstanding utang pemerintah pusat sampai September 2020 mencapai Rp5.756,87 triliun. Nilai ini menyundul 36,41 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Baca Juga: Pandemi & Kemiskinan Ekstrem: Sama Halnya Kematian (2)

Apakah morat-maritnya fiskal negara hanya membebani Indonesia?. Jawabannya kembali ke penjelasan Bank Dunia: hampir semua negara berkembang kesulitan fiskal.

Mau bukti lebih pasti? Kita bandingkan dengan negara setara Indonesia di tahun 2020. India diprediksi defisit anggaran sampai 7,2 persen, Malaysia 6,5 persen, Singapura 13,5 persen, Thailand 6 persen. Bahkan Amerika Serikat, negara paling adidaya di dunia, defisit anggarannya diprediksi tembus di atas 17 persen.

(Dyah Megasari, Bersambung)



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x