> >

Wakil Ketua MPR Syarief Hasan: Jika Tak Ganti Presiden, Apakah Bisa Dipastikan Ekonomi akan Tumbuh?

Vod | 13 Januari 2022, 22:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hasil survei yang dilakukan pada 6-11 Desember 2021 menunjukkan persentase yang sangat setuju masa jabatan jokowi ditambah hingga 2027 mencapai 4,5 persen.

Setuju 31 persen, kurang setuju 32,9 persen,  tidak setuju sama sekali 25,1 persen.

Pernyataan Bahlil ini didukung oleh Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira.

"Dari sisi dunia usaha, betul yang disampaikan Pak Bahlil. Situasinya memang sekarang kita sedang baru reborn-lah, di satu sisi ada tantangan lain soal Covid-19. Kalau Pemilu, kan otomatis ada pertemuan orang,” kata Anggawira, dilansir kumparan.com.

Sementara Wakil Ketua MPR dari fraksi partai Demokrat, Syarief Hasan menganggap pernyataan Bahlil itu sangat menyesatkan dan tidak mengerti soal konstitusi.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari fraksi PKB, Luqman Hakim menilai pernyataan Bahlil antidemokrasi dan melawan kedaulatan rakyat.

Untuk itu, ia meminta Presiden Jokowi menegur Bahlil Lahadalia.                    

Setiap keputusan politik yang diambil harus sesuai dengan konstitusi yang berlaku, dan mengedepankan kepentingan rakyat.

Dilihat dari tanggapan yang bermunculan, benar adanya jika pernyataan ini memantik polemik.

Lantas, benarkah kalangan pengusaha menginginkan Pilpres 2024 diundur?

Apa yang menjadi pertimbangan utama?           

Bagaimana pula dampak mundurnya Pemilu bagi demokrasi?

Kompas TV bahas bersama Wakil Ketua Umum HIPMI, Anggawira; dan anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan.

Penulis : Edwin-Zhan

Sumber : Kompas TV


TERBARU