> >

ASN Netral dalam Pemilu 2024 Bukan Tanpa Risiko, Komisi ASN Sebut Bisa Jadi Ada Dendam Politik

Politik | 14 Juni 2023, 13:13 WIB
Ilustrasi ASN, kini ASN dan pejabat negara resmi dilarang buka bersama (Sumber: Kompas.com/Elgana Almubarokah)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bersikap netral dalam Pemilu 2024 bukan tanpa risiko. Mereka tetap bisa jadi korban dendam politik pihak yang menang.  

“Sikap bekerja tanpa menunjukkan keberpihakan pada salah satu kontestan bukanlah tanpa risiko. Sikap ini terkadang menjadi catatan dosa yang menghadirkan balas dendam bila pemilihan usai,” ujar Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto saat menyampaikan pidato kunci dalam Webinar KASN bertajuk "Dilema Camat dan Lurah: Antara Profesionalisme dan Politik Tahun 2024", sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube KASN di Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Karena itu, kata Agus, negara harus hadir melindungi ASN yang bersikap netral terutama camat dan lurah. “Negara harus hadir untuk melindungi ASN yang netral. Instansi pusat yang memiliki kewenangan perlu mengambil kebijakan yang memastikan sikap profesional dan netral tidak berakibat buruk kepada ASN,” katanya.  

Baca Juga: Birokrasi Lincah ala Jokowi: ASN Bisa Pindah Lintas Rumpun hingga Layanan Naik Pangkat Cukup 2 Tahap

Menurut dia, ketiadaan kebijakan tersebut membuat ASN, khususnya camat dan lurah saat ini dihadapkan pada salah satu risiko, yakni adanya tindakan balas dendam dari salah satu peserta pemilu terpilih usai pesta demokrasi itu selesai.
 
Agus mengatakan saat ini sebagian pengangkatan dalam jabatan lurah dan camat tidak lagi berbasis kompetensi, tetapi berdasarkan kemampuan seseorang dalam memobilisasi suara warga.

Ia menyampaikan beberapa hasil pengawasan KASN dalam kurun waktu tahun 2020-2023 mengenai jenis pelanggaran netralitas yang dilakukan lurah dan camat.

Jenis pelanggaran tersebut di antaranya mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan (36,5 persen), kampanye atau sosialisasi di media sosial berupa posting/like/komentar (20,1 persen), menghadiri deklarasi bakal calon atau calon (15,8 persen), foto bersama bakal calon atau calon (11,1 persen), dan menjadi peserta kampanye (7,4 persen).
 
“Di samping pelanggaran itu, beberapa jenis pelanggaran netralitas yang berpotensi dilakukan lurah dan camat adalah memobilisasi dukungan jajaran perangkat di bawahnya, seperti staf kantor, kepala desa, kepala lingkungan, kepala dusun, dan organisasi kemasyarakatan di wilayahnya untuk peserta pemilu dan pemilihan tertentu,” kata Agus.

Baca Juga: Menpan-RB Umumkan Kenaikan Pangkat ASN Jadi 6 Kali Setahun Mulai 2023

Berikutnya, lanjut dia, ada pula camat dan lurah yang memengaruhi warga untuk memberikan dukungan kepada peserta pemilu dan pemilihan tertentu, menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan politik dan politisasi bantuan sosial kepada warga.

Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU