> >

Antisipasi Dampak La Nina di Sektor Pertanian, Seperti Apa?

Sapa indonesia | 17 Oktober 2020, 14:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anomali cuaca akibat fenomena La Nina di Samudera Pasifik mulai terasa dampaknya di Indonesia.

Akibat La Nina, curah hujan jauh lebih tinggi dibanding pada kondisi normal sehingga memperbesar potensi bencana hidrometereologi seperti banjir, longsor, dan angin kencang.

Sebagian besar wilayah di Indonesia telah memasuki musim hujan pada bulan Oktober yakni sebagian Sumatera, Jawa Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. 

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, rata-rata La Nina di Indonesia menimbulkan dampak kenaikan curah hujan sebanyak 40 persen dibanding kondisi normal. 

Puncak La Nina diprediksi akan terjadi pada akhir tahun 2020 hingga awal 2021.

Fenomena La Nina dan potensi dampaknya juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. 

Presiden meminta masyarakat lebih tanggap bencana dan mempersiapkan diri mengantisipasi dampak badai La Nina terutama di tiga sektor yakni pertanian, perikanan, dan perhubungan.

Jika kurang antisipasi, bencana hidrometereologi akibat fenomena La Nina bisa mengganggu rantai produksi dan ekonomi.

Demikian pula ancaman banjir yang timbul akan mempersulit upaya mengatasi pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali.

Lebih tanggap bencana akan mengurangi dampak anomali La Nina.

Lalu bagaimana antisipasi pemerintah khususnya di sektor pertanian menghadapi La Nina, simak dialog selengkapnya bersama Peneliti Akroklimatologi Balitbangtan Kementan, Ezra Surmaini.

Penulis : Reny-Mardika

Sumber : Kompas TV


TERBARU