> >

Belajar dari Sri Lanka, Kenaikan Harga Bisa Bikin Konflik Sosial Hingga Presiden Terguling

Ekonomi dan bisnis | 28 Juli 2022, 14:47 WIB
Pasukan Rusia berjaga di ladang gandum di Oblast (daerah setingkat provinsi) Zaporizhzhia yang sebagian wilayahnya telah direbut dari Ukraina. Foto diambil pada 14 Juni 2022. (Sumber: Associated Press)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Ekonom senior Indef Didik J. Rachbini menyatakan, krisis pangan dan energi akibat perang Rusia-Ukraina bisa membuat pemerintahan di sebuah negara terguling. Ia mencontohkan Presiden Sri Lanka yang kabur dari negarannya. 

"Dampak perang Rusia vs Ukraina mengakibatkan kenaikan harga-harga energi dan komoditas pangan dunia. Ketegangan itu bisa ekstrim dan bisa menyebabkan tergulingnya Presiden Srilanka, juga kini Pakistan dan Haiti sedang bergejolak," kata Didik dalam sebuah webinar, Rabu (27/7/2022).

Didik menyarankan pemerintah Indonesia untuk tetap berhati-hati, walaupun tidak masuk dalam daftar negara yang berpotensi bangkrut.

Baca Juga: The Fed Naikkan Bunga Acuan, Sri Mulyani: Biasanya Diikuti Krisis Keuangan Negara Berkembang

"Namun jangan terlalu percaya Bank Dunia bahwa ada 60 negara yang akan bangkrut. Sebelum 1998, IMF dan World Bank juga menyebut perekonomian Indonesia amat kuat, tetapi kenyataan sebaliknya Indonesia bangkrut.  Jadi banyak yang ngibul juga di lembaga tersebut," tutur Rektor Universitas Paramadina itu.

Di sisi lain, ia mengapresiasi pemerintah yang masih bisa mengendalikan harga-harga. Sementara di negara lain, bahkan Amerika Serikat, terjadi antrian panjang warga mengambil bantuan pangan, karena harga yang mahal.

Ia menilai kenaikan harga barang-barang adalah hal krusial yang harus dijaga, karena bisa mengakibatkan krisis sosial.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Rasio Utang Indonesia Lebih Rendah Dibanding Negara Maju

"Kenaikan ekstrem harga-harga komoditas dunia, gas, minyak bumi, gandum, jagung, soybean mengakibatkan rakyat dan buruh tercekik efek kenaikan harga-harga dalam negeri. Hal mana akan berpotensi mengakibatkan ketidakstabilan sosial," ungkap Didik.

"Karenanya hal itu harus dikelola dalam kebijakan terutama terkait dengan kebijakan pengendalian inflasi, yang merupakan gabungan pekerjaan pemerintah dan Bank Indonesia," lanjutnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto

Sumber : KompasTV


TERBARU