Berdampak Buruk ke Pariwisata, Desakan Hentikan Tambang Nikel di Raja Ampat Disuarakan

PAPUA, KOMPAS.TV - Aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, dihentikan sementara dan masih menunggu keputusan dari Kementerian ESDM.

Area tambang nikel di Pulau Gag mencapai 600 hektare, terbagi pada beberapa tempat. Terlihat ada sejumlah alat berat yang terparkir dan tidak melakukan aktivitas sejak Kamis kemarin karena dihentikan sementara oleh Kementerian ESDM.

Area yang dibuka untuk pertambangan seluas 100 hektare. Lahan yang direklamasi seluas 50 hingga 60 hektare dan telah dinyatakan berhasil oleh pemerintah.

PT Gag Nikel akan menata ulang, melakukan penanaman pohon, dan menata ulang limbah tambang.

Meski potensi pencemaran lingkungan hidup dan lanskap di Raja Ampat terpampang nyata, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Nurofiq, justru mengklaim kegiatan tambang oleh PT Gag Nikel memenuhi kaidah lingkungan dan sudah memenuhi urusan teknis, termasuk izin usaha pertambangan untuk luas area tambang yang mencapai 6.000 hektare.

Di tengah evaluasi tambang nikel yang sedang digodok pemerintah, pakar strategi pariwisata nasional, Taufan Rahmadi, justru menekankan bahwa Raja Ampat sudah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, sehingga fokus pengembangannya harus pariwisata. Aktivitas tambang jelas berdampak buruk pada citra pariwisata Raja Ampat di mata dunia.

Komisi XII DPR yang membidangi energi, sumber daya mineral, dan lingkungan hidup pun mendorong pemerintah agar fokus pada peruntukan kawasan Raja Ampat.

Desakan untuk menghentikan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, masih ramai disuarakan. Salah satunya datang dari musisi asal Indonesia Timur, Rayen Pono, yang berencana membuat konser atau gerakan untuk menolak aktivitas tambang di Raja Ampat.

Tagar #SaveRajaAmpat adalah satu dari banyaknya desakan untuk menghentikan aktivitas tambang di Raja Ampat. Tentu tujuannya adalah demi menjaga kawasan geopark dunia ini dari kerusakan tambang.

#saverajaampat