Kompas TV nasional peristiwa

Cuaca Ekstrem Masih Bayangi Indonesia, BMKG: Monsun Lemah dan Gelombang Atmosfer Jadi Pemicu

Kompas.tv - 6 Juli 2025, 05:10 WIB
cuaca-ekstrem-masih-bayangi-indonesia-bmkg-monsun-lemah-dan-gelombang-atmosfer-jadi-pemicu
Ilustrasi cuaca ekstrem musim pancaroba (Sumber: Envato/djmon1que)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV — Meski sebagian wilayah Indonesia seharusnya telah memasuki musim kemarau, hujan dengan intensitas sedang hingga sangat lebat masih mengguyur sejumlah daerah. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut dinamika atmosfer yang masih aktif serta lemahnya Monsun Australia menjadi penyebab utama kondisi cuaca yang tidak stabil tersebut.

Berdasarkan analisis BMKG hingga akhir Juni 2025, tercatat baru 30 persen zona musim di Indonesia yang telah memasuki periode kemarau. Jumlah ini hanya setengah dari angka normal berdasarkan klimatologi historis.

Disebutkan, pada akhir Juni 2025, curah hujan dengan sifat di atas normal tercatat di sekitar 53 persen wilayah Indonesia.

Baca Juga: Peringatan Dini BMKG Besok 6-7 Juli 2025, Waspadai Hujan Lebat di Sejumlah Wilayah

Wilayah-wilayah tersebut mencakup sebagian besar Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.

Fenomena cuaca ekstrem kembali terjadi pada 2 Juli 2025. BMKG mencatat curah hujan harian ekstrem di Stasiun Geofisika Deli Serdang, Sumatera Utara, yang mencapai 142 milimeter, serta 103 milimeter di Stasiun Meteorologi Rendani, Papua Barat.

Kondisi ini terjadi meskipun Madden-Julian Oscillation (MJO) tengah berada pada fase 2, atau wilayah Samudra Hindia, yang biasanya kurang mendukung pembentukan awan hujan.

Menurut BMKG, kondisi atmosfer yang tetap basah di bagian selatan Indonesia merupakan dampak dari Monsun Australia yang masih lemah. 

Selain itu, beberapa gelombang atmosfer tropis seperti gelombang Rossby ekuator, gelombang Kelvin, dan gelombang frekuensi rendah juga terdeteksi aktif dan berkontribusi dalam pembentukan awan konvektif.

BMKG menyebut gangguan atmosfer ini secara spasial masih terdeteksi di kawasan timur Indonesia, seperti Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Ini turut memicu hujan lebat secara lokal.

Kelembapan udara tinggi serta suhu muka laut yang hangat turut memperkuat proses konveksi dan pembentukan awan hujan di berbagai wilayah. Hal ini menyebabkan cuaca ekstrem masih berpeluang terjadi dalam beberapa hari ke depan.

Prediksi Periode 7-10 Juli 2025

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV




KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x