Kompas TV nasional hukum

Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Perpres 66/2025 Tidak Urgen dan Kamuflase atas Kesalahan Panglima TNI

Kompas.tv - 23 Mei 2025, 15:28 WIB
koalisi-masyarakat-sipil-nilai-perpres-66-2025-tidak-urgen-dan-kamuflase-atas-kesalahan-panglima-tni
Puluhan personel TNI dikerahkan untuk menjaga kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah di Kota Palangka Raya, Selasa (20/5/2025). (Sumber: KOMPAS.COM/AKHMAD DHANI)
Penulis : Tri Angga Kriswaningsih | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan buka suara mengenai Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara Terhadap Jaksa Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia (Perpres 66/2025).

Menurut Koalisi, penerbitan Perpres 66/2025 tidak urgen atau mendesak dan tidak dibutuhkan. 

"Dalam sistem presidensial, tanpa ada Perpres 66/2025, Presiden sesungguhnya dapat memerintahkan Jaksa Agung untuk memperkuat sistem keamanan internal yang dimiliki kejaksaan dan/atau dapat meminta kepolisian untuk terlibat dalam bantuan pengamanan," terang Koalisi Masyarakat Sipil dalam siaran pers yang diterima Kompas.tv, Jumat (23/5/2025). 

Koalisi juga menilai, hingga saat ini belum ada realitas ancaman yang nyata terhadap keamanan nasional terkait kondisi kejaksaan sehingga mengharuskan Presiden membuat perpres. 

"Kondisi kejaksaan masih dalam keadaan normal menangani kasus-kasus hukum yang ada dan tidak ada ancaman militer yang mengharuskan Presiden ataupun Panglima TNI mengerahkan militer (TNI) ke kejaksaan," tambah Koalisi.

Baca Juga: Prabowo Teken Perpres : Jaksa Dapat Perlindungan TNI dan Polri

Menurut mereka, lahirnya perpres tidak bisa dilepaskan dari masalah Surat Telegram Panglima/KASAD yang mengerahkan ribuan personel TNI ke kejaksaan. 

Mereka menilai Perpres 66/2025 merupakan bentuk kamuflase hukum atas kesalahan Panglima TNI yang melakukan pengerahan pasukan tersebut. 

"Penerbitan Perpres 66/2025 ini adalah model politik fait accompli (ketentuan yang harus diterima) yang sama sekali tidak sehat dan berdampak buruk bagi demokrasi," kata Koalisi. 

Mereka berpendapat seharusnya yang dilakukan Presiden adalah mencabut surat telegram tersebut, bukan malah membentuk Perpres 66/2025. 

"Koalisi menilai, praktik kekuasaan dalam menjalankan hukum yang demikian akan berdampak buruk pada negara hukum dan demokrasi karena kesalahan hukum bukannya dikoreksi, tetapi justru dilegalisasi," jelas Koalisi.

Mereka kemudian menyinggung praktik serupa yang pernah terjadi, yakni pengangkatan Letkol TNI Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) yang diikuti dengan perubahan kebijakan dalam bentuk terbitnya Perpres 148/2024 tanggal 05 November 2024 tentang Kementerian Sekretariat Negara yang melegalisasi jabatan Seskab diisi prajurit TNI aktif. 

Lebih lanjut, Koalisi memandang, penerbitan Perpres 66/2025 membuka ruang kembalinya Dwifungsi TNI dengan membawa militer masuk jauh ke wilayah sipil, yakni kejaksaan. 

"Padahal kejaksaan merupakan aparat penegak hukum yang melaksanakan kewenangan penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang, sedangkan TNI secara tegas dan jelas merupakan alat pertahanan negara yang diatur di dalam konstitusi," tegas Koalisi.

Baca Juga: Momen DPR Blak-blakan ke Jampidsus soal TNI Jaga Kejaksaan, Apa Ada Ancaman?

Mereka mengatakan hal ini sebagai kegagalan memisahkan penegakan hukum (urusan dalam negeri) dan urusan pertahanan yang membangkitkan Dwifungsi TNI. 

Koalisi juga memandang Perpres 66/2025 tidak menjadikan Undang-Undang (UU) TNI maupun UU Polri sebagai rujukan pembentukan di dalamnya, padahal substansi perpres banyak mengatur tentang pelibatan TNI dan Polri dalam pengamanan kejaksaan. 

Koalisi menyatakan pertimbangan yang menjadi dasar Perpres 66/2025 hanya mencantumkan Pasal 4 ayat (1) UUD NKRI 1945 sebagai dasar hukum pembentukan Perpres, sehingga Perpres ini sama sekali tidak menunjukkan kejelasan tentang pengerahan pasukan TNI dalam konteks Operasi Militer Selain Perang (OMSP) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU TNI.

Perpres 66/2025 juga dinilai tidak memaparkan secara jelas kategori OMSP yang dijadikan dasar keterlibatan TNI. 

"Mengingat ketentuan Pasal 7 UU TNI hanya membatasi OMSP ke dalam 16 jenis, sedangkan melindungi tugas dan fungsi kejaksaan tidak termasuk di dalam 16 jenis OMSP tersebut," singgung Koalisi. 

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV




KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x