JAKARTA, KOMPAS.TV - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menggeledah rumah tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit terhadap PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Penggeledahan dilakukan di Jakarta, Kota Solo hingga Makassar.
Adapun tiga tersangka yang telah ditetapkan Kejagung, yakni DS alias Dicky Syahbandinata selaku Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT BJB Tahun 2020; ZM alias Zainuddin Mappa selaku Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta Tahun 2020; serta ISL alias Iwan Setiawan Lukminto selaku Komisaris Utama PT Sritex.
"Penyidik sudah melakukan penggeledahan, di antaranya di rumah tiga tersangka, ada yang di apartemen di daerah Jakarta Utara, ada yang di rumah tersangka di Solo, ada juga yang di Baru dan Kota Makassar," papar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (21/5/2025), dikutip dari Breaking News KompasTV.
Dari penggeledahan di rumah tiga tersangka, Kejagung melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang.
"Kami telah menyita kurang lebih 15 BBE (barang bukti elektronik), kemudian ada laptop dan iPad, dan dokumen-dokumen," ungkap Qohar.
Ia lantas mengatakan, Kejagung akan melakukan penyitaan terhadap apa pun yang diduga terkait dengan kasus ini.
Baca Juga: Kejagung Ungkap Telah Periksa 55 Saksi dalam Kasus Dugaan Korupsi yang Libatkan PT Sritex
Qohar menyebut, perkara ini bermula dari penyidik menemukan keganjilan dalam laporan keuangan PT Sritex.
Ia mengatakan, pada tahun 2020 PT Sritex mencatat keuntungan sebesar 85,32 miliar dollar AS atau setara dengan Rp1,24 triliun.
Namun, kemudian mengalami kerugian dengan nilai mencapai 1,08 miliar dollar AS atau setara dengan Rp15,65 triliun pada tahun 2021.
"Jadi ini ada keganjilan, dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan, kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan. Inilah konsentrasi dari teman-teman penyidik," tutur Qohar.
Penyidik kemudian menemukan fakta PT Sritex dan entitas anak perusahannya memiliki kredit nilai total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024, sebesar 3.588.650.808.028,57 (Rp 3,58 Triliun).
"Utang tersebut adalah kepada beberapa bank pemerintah, baik bank Himbara maupun bank milik pemerintah daerah. Selain kredit di atas, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) juga mendapatkan kredit dari 20 bank swasta," jelas Qohar.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Bos Sritex Iwan S Lukminto Jadi Tersangka Korupsi Kredit Bank, Langsung Ditahan
Dalam pemberikan kredit kepada Sritex itu, ZM yang saat itu selaku Direktur Utama PT Bank DKI, dan DS yang saat itu menjadi pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB Tahun 2020 telah memberikan kredit secara melawan hukum.
Lebih lanjut, ia mengatakan, dana kredit dari kedua bank tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya oleh Iwan Setiawan Lukminto yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Sritex.
Pemberian kredit tersebut, kata dia, sejatinya ditujukan untuk modal kerja. Namun Iwan justru menggunakannya untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif. Pada akhirnya, PT Sritex pun dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Qohar memaparkan, pemberian kredit secara melawan hukum oleh Bank BJB dan Bank DKI kepada PT Sritex itu kemudian menimbulkan kerugian negara sebesar Rp692.987.592.188 (Rp692 miliar).
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.