JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menolak usulan Presiden kedua RI Soeharto menjadi pahlawan nasional.
KontraS menilai usulan pemberian gelar tersebut kental dengan kepentingan politik golongan.
"Kontras menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional tersebut,” ungkap Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya, Senin (28/4/2025), seperti diberitakan Tribunnews.com.
“Wacana pemberian gelar ini kental dengan kepentingan politik golongan yang tidak melihat sejarah secara holistik (menyeluruh) bahkan beberapa kali usulan pemberian gelar ini diusulkan mulai dari tahun 2008, 2010, 2014, dan 2016, usulannya tidak ditindaklanjuti," imbuhnya.
Ia menambahkan, pada 2014, saat momen pilpres, Prabowo Subianto sempat membuat janji politik untuk mendorong pemberian gelar pahlawan nasional.
Baca Juga: Tolak Beri Gelar Pahlawan Nasional pada Presiden ke-2 Soeharto, KontraS: Banyak Kasus HAM dan KKN
"Jika merujuk pada UU 20 tahun 2009 terkait gelar pahlawan, bintang jasa dan gelar kehormatan, terdapat syarat pada pasal 2 yang menyatakan bahwa individu tersebut harus memenuhi kriteria berdasar asas kemanusiaan, asas kerakyatan dan keadilan," terangnya.
Ia menilai, saat menjadi presiden, Soeharto banyak mendorong lahirnya pelanggaran HAM berat, pengikisan budaya demokrasi dan terlibat dalam kasus korupsi, kolusi, serta nepotisme (KKN).
Oleh sebab itu, kata Dimas, wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dapat dibaca sebagai sebuah kompromi negara terhadap kasus-kasus tersebut yang sebenarnya jauh dari semangat reformasi politik 1998.
Sebelumnya, dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, 25 April 2025, Dimas mengatakan Soeharto merupakan sosok yang kontroversial, termasuk terkait kasus-kasus kekerasan yang dilakukan negara terhadap warganya dan kasus-kasus KKN.
“Menurut kami, dalam konteks pemerintahan presiden kedua, dalam hal ini adalah Soeharto, selama 32 tahun, ada banyak sekali pelanggaran-pelanggaran atau kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh negara pada warga negara,” tuturnya, dikutip dari video Kompas TV.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV, Tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.