Kompas TV nasional peristiwa

BNPB: Perubahan Iklim Meningkatkan Potensi Terjadinya Bencana

Kompas.tv - 4 Juni 2023, 00:05 WIB
bnpb-perubahan-iklim-meningkatkan-potensi-terjadinya-bencana
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto (kemeja putih dengan rompi hijau) saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Nasional Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) yang dihelat di Pondok Pesantren Alhamidiah, Depok, Jawa Barat pada Sabtu (3/6/2023). (Sumber: Istimewa)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Hariyanto Kurniawan

DEPOK, KOMPAS.TV – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan bahwa perubahan iklim yang terjadi saat ini bisa meningkatkan potensi terjadinya bencana alam.

Hal itu diungkapkan Suharyanto saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Nasional Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) yang digelar di Pondok Pesantren Alhamidiah, Depok, Jawa Barat, Sabtu (3/6/2023).

“Perubahan iklim terbukti meningkatkan frekuensi kejadian bencana dengan sangat drastis dan lebih ekstrim,” kata Suharyanto dalam rilis yang diterima Kompas TV.

“Jika kita melihat data bencana terkait iklim dengan dampak signifikan, di tingkat global khususnya sejak tahun 1961, tren kenaikan anomali suhu rata-rata global berbanding lurus dengan peningkatan frekuensi kejadian bencana."

"Hal yang sama dengan data bencana di Indonesia, tren kenaikan jumlah kejadian bencana alam dalam mengalami kenaikan hingga 82% jika dilihat dari tahun 2010 hingga 2022. Sehingga, benar adanya bahwa peningkatan anomali suhu rata-rata baik di tingkat global maupun nasional menyebabkan meningkatnya frekuensi kejadian bencana, terutama bencana hidrometeorologi,” jelasnya.

Dari data yang dihimpun BNPB, lanjut Suharyanto, pada lima bulan di awal tahun 2023 ini sudah terjadi 1.675 kejadian bencana.

“Berdasarkan data yang kami himpun dari 1 Januari hingga 31 Mei 2023 terdapat setidaknya 1.675 kejadian yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi sebesar 99,1%, dengan rincian 92,5% adalah bencana hidrometeorologi basah dan 6,6% merupakan bencana hidrometeorologi kering, sisanya merupakan bencana geologi dan vulkanologi,” terang Suharyanto.

“Untuk bencana hidrometeorologi basah, akar permasalahan yang utama adalah urbanisasi yang memberikan tekanan pada lingkungan di hilir, dan alih fungsi lahan baik secara sistematis maupun ilegal, yang mengurangi kapasitas daya serap, baik karbon maupun air mulai dari hulu hingga hilir,” paparnya.

Perubahan iklim yang terjadi saat ini memang disebabkan oleh beberapa tindakan di antaranya urbanisasi yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dalam bentuk pembuangan asap kendaraan, pabrik maupun lainnya, sehingga menjadikan kualitas udara tidak sehat. 

Selain itu, alih fungsi lahan biasanya menyebabkan pengurangan vegetasi yang membuat berkurangannya kemampuan alam dalam menyerap karbon sehingga meningkatkan kerentanan terjadinya bencana seperti banjir dan longsor karena air tidak terserap secara optimal.

Baca Juga: Mantap! BNPB Latih Warga Bengawan Solo Evakuasi Mandiri Atasi Bencana Banjir

Dampak dari adanya perubahan iklim tidak hanya terjadi di hulu. Terjadinya peningkatan suhu global juga memicu tren kenaikan tinggi permukaan laut. 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x