Perwira tinggi TNI AD yang saat ini berprofesi sebagai Dosen Tetap Universitas Pertahanan.
KOMPAS.TV - Nilai kebangsaan memudar ketika egosentrisme terlihat lebih menonjol. Rasa saling menghargai, kebersamaan, kecintaan terhadap budaya, dan rasa cinta Tanah Air pun pudar karena egosentrisme itu.
Terlebih, Indonesia dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks. Bukan hanya dari sisi ancaman fisik, tetapi juga krisis nilai dan identitas. Krisis identitas bangsa ini bukan isu sepele.
Ketika nilai-nilai nasionalisme, semangat kebersamaan, dan kepedulian terhadap sesama mulai memudar, maka ketahanan nasional pun terancam.
Baca Juga: Kadispenad: Pembinaan Anak di TNI adalah Program Bela Negara Kekhususan
Padahal, sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) yang diamanatkan oleh konstitusi kita bertumpu pada kesadaran bela negara yang hidup dalam diri setiap warga bangsa.
Di tengah arus globalisasi yang deras, masyarakat khususnya generasi muda semakin terpapar pada budaya luar, sementara ikatan terhadap jati diri bangsa mengalami degradasi.
Benedict Anderson dalam Imagined Communities (1983) menyebut bangsa terbentuk melalui imajinasi kolektif.
Ketika masyarakat kehilangan ikatan emosional dan kultural terhadap identitas nasional, maka Indonesia sebagai komunitas bersama menjadi rapuh.
Artinya, membangun semangat bela negara merupakan upaya menyuburkan kembali imajinasi kebangsaan.
Baca Juga: Kemhan Bekali Pelajar SMP dan SMA di Banjarmasin Pemahaman Bela Negara
Pada konteks geopolitik global, Samuel Huntington melalui The Clash of Civilizations (1996) memperingatkan konflik masa depan akan berbasis pada benturan budaya dan identitas.
Indonesia dengan pluralitas yang tinggi membutuhkan fondasi identitas nasional yang kokoh agar tidak terbelah oleh tarik-menarik kepentingan ideologis dan budaya dari luar.
Pancasila sebagai dasar negara semestinya menjadi jangkar nilai yang menuntun arah kehidupan berbangsa. Namun kenyataannya, nilai-nilai Pancasila kerap hanya menjadi slogan formalistik.
Hal ini semakin diperparah oleh perilaku para birokrat pengambil keputusan yang tidak memberikan contoh bagaimana menjalankan pribadi manusia Pancasila dengan mempertontonkan praktik-praktik korupsi.
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto telah berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih dari praktik-praktik korupsi.
Selalu mengedepankan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di setiap kebijakan dalam usaha menyejahterakan rakyat.
Hal ini agar negara menjadi kuat karena pemerintah dan rakyat senantiasa bersatu dan saling mendukung.
Untuk itu, pengamalan nilai gotong royong, keadilan sosial, dan persatuan harus kembali dihidupkan dalam praktik keseharian.
Termasuk ditumbuhkannya rasa cinta Tanah Air dan menebalkan nilai kebangsaan pada setiap warga negara, terutama generasi muda harus ditanamkan jiwa ksatria rela berkorban demi bangsa dan negara.
Carl von Clausewitz dalam On War (1832) mengatakan, perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Saat ini, bentuk perang telah bergeser, dari fisik ke ranah informasi, dari senjata ke narasi.
Pada situasi seperti ini, bela negara harus dimaknai sebagai kemampuan kolektif untuk menjaga integritas identitas bangsa.
Baik melalui pendidikan, budaya, maupun etika dalam situasi apapun termasuk pada ruang digital.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.