Kompas TV kolom opini

Suatu Hari di "Surga Kecil"

Kompas.tv - 4 Juni 2023, 20:16 WIB
suatu-hari-di-surga-kecil
Menteri Sosial Tri Rismaharini bersama anak-anak di Agats, Asmat, Papua. (Sumber: Trias Kuncahyono)

Oleh: Trias Kuncahyono

Hari Rabu, 30 Mei 2023, pukul 06.46, pesawat Garuda yang saya tumpangi mendarat di Bandara Sentani, Jayapura. Pagi itu, saya menghirup udara Papua, “surga kecil yang jatuh ke bumi”, kata Franky Sahilatua.

Benarkah Papua itu “surga kecil”? Pertanyaan itu mengusik hatiku ketika berjalan keluar menyusuri koridor bandara menuju jalan keluar.

Saya sudah tak begitu ingat lagi seperti apa “surga kecil” itu. Sebab, seingat saya, terakhir kali mengunjungi “surga kecil” itu tahun 1987, meliput kampanye pemilu oleh Mensos Nani Soedarsono.

Ketika itu, pemilu diselenggarakan secara serentak, pada tanggal 23 April 1987 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Provinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1987-1992.

Kali ini pun, saya ke Papua ketika hawa Pemilu 2024, sudah terasa. Angin pemilu sudah mulai bertiup. Baunya terasa menyentuh hidung. Wajahnya menabrak mata.

Di mana-mana ada baliho wajah calon-calon presiden; calon anggota legislatif. Bendera-bendera partai berkibaran di banyak tempat. Janji-janji politik menjadi menu sehari-hari.

Tetapi, saya ke Papua tidak ada urusannya dengan pemilu. Tidak! Melainkan urusan kemanusiaan. Saya ke “surga kecil”, mengikuti perjalanan safari kemanusiaan Menteri Sosial Tri Rismaharini: ke Jayapura, Yapen, Skouw, Muara Tami, Agats, dan Biak.

Ketika “yang lain” sibuk urusan politik kekuasaan, Mensos memilih urusan politik kemanusiaan.

“Ya, dari awal mau merayakan Hari Lahir Pancasila, mencoba menerjemahkan Pancasila dalam tindakan. Bukan hanya persatuan Indonesia dan keadilan sosial yang kita terjemahkan, dalam hal ini supaya warga Asmat bisa merasakan bahwa Pancasila ada maknanya bersama-sama kami,” kata Risma, Kamis (1/6/2023), di Agats.

Tak sepotong kata pun yang disampaikan Mensos dalam setiap kesempatan bertemu dengan masyarakat dan para pemimpin masyarakat serta pemimpin agama yang bersangkut paut dengan politik kekuasaan.

Yang selalu disampaikan adalah merealisasikan politik kemanusiaan, politik keadilan, politik kesejahteraan.

Memang demikian seharusnya: politik merupakan alat untuk mengabdi pada kemanusiaan, bukan menghamba pada kekuasaan.

Meminjam apa kata Aristoteles bahwa politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, bukan malah memperkeruh suasana. Tetapi, dalam praktiknya saat ini tidaklah seperti itu.

Maka, apa yang dilakukan Mensos di Papua, telah mengubah wajah bengis politik menjadi tersenyum manis.

Yang dilakukan Mensos–dengan menyapa masyarakat, mendengarkan keluhan, tuntutan, dan permintaan masyarakat, serta memberikan bantuan–telah menampilkan politik tidak sepenuhnya kotor, politik tidak sepenuhnya jahat.

Sebab, politik juga dapat memanusiakan manusia; karena yang dilakukan adalah politik kemanusiaan.

Kata Paus Fransiskus dalam Ensiklik Fratelli Tutti (Semua Bersaudara), Politik Kemanusiaan adalah politik berbasiskan amal kasih.

Politik ini merangkul semua pihak untuk mempromosikan kemanusiaan. Kemanusiaan adalah pemikiran dan tindakan yang sangat beradab, dilaksanakan untuk memuliakan ras manusia secara keseluruhan.

Bukankah kemanusiaan lebih penting dari politik, kata Gus Dur. Politik tanpa kemanusiaan akan melahirkan kekuasaan yang tidak peduli bahkan dapat menindas kemanusiaan.

***

Memanusiakan manusia. Itu kata kuncinya. Kata kunci dari (seharusnya) setiap kebijakan dan tindakan dari pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga non-pemerintah. Sebab, sejatinya makna Pancasila adalah memanusiakan manusia.

Kata Uskup Agung Semarang yang juga pahlawan nasional, Mgr Albertus Soegijapranata (1940), kemanusiaan itu satu, bangsa manusia itu satu.

Kendati berbeda bangsa (suku dan etnik), asal-usul, dan ragamnya, berlainan bahasa dan adat istiadatnya, kemajuan dan cara hidupnya, semua merupakan satu keluarga besar (umat manusia).

Memanusiakan manusia juga menjadi ajaran semua agama. Agama apapun tidak ada yang membenarkan tentang penindasan makhluk hidup. Semua agama menitikberatkan kepada kemanusiaan. Karena dengan rasa kemanusiaan, manusia mendapatkan kebebasan untuk hidup.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x