GAZA, KOMPAS.TV - Hamas murka setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan ambisinya untuk membeli dan menguasai Gaza, wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967.
Mereka menegaskan, ambisi Trump itu sebagai bukti ketidakpedulian terhadap Palestina dan Gaza yang hancur akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023.
Trump pada Minggu (9/2/202) mengungkapkan keinginannya untuk membeli Gaza dan membuat AS memiliki wilayah tersebut.
Trump juga dengan gamblang mengatakan Gaza akan dibuat menjadi proyek real estat yang akan dibangun secara bertahap.
Sejak pekan lalu, Trump sudah mengungkapkan keinginannya untuk menguasai Gaza.
Baca Juga: Netanyahu Merasa Israel Telah Hancurkan Sekutu Iran di Timur Tengah: Kami yang Lakukan Kerja Berat
Hal itu pun menimbulkan kemarahan dari banyak pihak, termasuk Hamas, kelompok perlawanan Palestina yang berkuasa di Gaza sebelum perang.
“Gaza bukanlah properti yang bisa diperjual-belikan. Ini merupakan bagian integral dari tanah Palestina kami yang diduduki,” ujar Anggota Biro Politik Hamas Izzat al-Rishq, dikutip dari BBC.
Kemarahan juga diungkapkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Otoritas Palestina (PA).
“Hak dari rakyat dan Tanah Air kami tidak untuk dijual, ditukar dan untuk tawar-menawar,” bunyi pernyataan mereka.
“Pemerintah Israel dan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu berusaha menutupi kejahatan genosida, pemindahan paksa dan aneksasi yang telah mereka lakukan kepada rakyat kami."
Kemlu Palestina mengatakan Israel terus mempromosikan slogan dan posisi yang terlepas dari kenyataan politik dan jauh dari solusi yang dibutuhkan untuk menangani konflik saat ini.
Keinginan Trump menguasai Gaza juga mendapatkan tentangan dari para sekutunya.
Baca Juga: Trump Kian Nekat, Ngotot Beli dan Miliki Gaza: Disamakan Real Estate
Apalagi, Trump ingin memindahkan warga Palestina dari Gaza ke Yordania dan Mesir.
Tentangan itu salah satunya datang dari Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang menyebut keinginan Trump itu sebagai skandal.
“Saya mengatakan ini dengan Pemerintah Mesir, dengan Pemerintah Yordania dan kepada masyarakat yang dapat mengandalkan martabat manusia. Pemindahan penduduk tak dapat diterima dan melanggar hukum internasional,” tuturnya.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.