JAKARTA, KOMPAS.TV- Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) membantah adanya praktik kartel penyeragaman bunga pinjaman online (pinjol), seperti yang dituduhkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Adapun KPPU akan segera menyidangkan kasus tersebut setelah menyelidiki sejak 2024, dengan 97 perusahaan pinjol sebagai terlapor.
Sekretaris Jenderal AFPI Ronald Andi Kasim menegaskan, tidak ada kesepakatan penyeragaman bunga pinjaman di antara pelaku industri pinjaman daring (pindar) legal.
“Mungkin yang ingin saya tegaskan di sini bahwa tuduhan KPPU itu kan terjadinya kartel atau kesepakatan harga (suku bunga) antara pelaku industri, itu memang tidak terjadi,” kata Ronald dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Ia menjelaskan, batas bunga maksimum yang pertama kali diterbitkan dalam Code of Conduct tahun 2018 sebesar 0,8 persen sekarang sudah dicabut dan tidak berlaku lagi.
Baca Juga: Terjerat Utang Pinjol, Pria di Cimahi Nekat Bobol ATM Minimarket | BORGOL
Pada 2021, AFPI atas imbauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan batas bunga maksimum sebesar 0,4 persen per hari.
Kemudian, pasca penerbitan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) dan SEOJK No. 19 Tahun 2023, AFPI segera mencabut batas bunga maksimum tersebut dan menyelaraskan sepenuhnya dengan ketentuan regulator.
Sehingga per 1 Januari 2024, suku bunga pindar untuk sektor konsumtif resmi turun dari 0,4 persen per hari menjadi 0,3 persen per hari.
Kemudian secara bertahap hingga 2026, suku bunga pindar masih akan turun menjadi 0,2 persen per hari pada 2025 dan 0,1 persen per hari pada 2026.
Khusus pinjaman untuk sektor produktif, suku bunga juga turun 0,1 persen per hari, kemudian pada 2026 turun menjadi 0,067 persen.
Baca Juga: Pria di Palembang Nekat Curi Mobil Taksi "Online" Karena Terlilit Pinjol, Sempat Diamuk Massa
“Batas bunga maksimum yang kami buat adalah batas atas, bukan harga tetap. Kenyataannya, ada platform yang menetapkan bunga di bawah batas bunga maksimum, seperti 0,6 persen, 0,5 persen, bahkan 0,4 persen per hari,” jelas Ronald seperti dikutip dari Antara.
Ia menekankan, bunga ditentukan secara individual oleh masing-masing platform berdasarkan risiko, jenis pinjaman (Multiguna, Produktif, atau Syariah), serta kesepakatan antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower).
Tidak ada paksaan harga seragam dalam praktik industri.
“Yang kami lakukan adalah bentuk tanggung jawab industri. Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana;" ujarnya.
"Karena kalau bunga ditekan terlalu rendah, risiko tidak sebanding, dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana,” tambahnya.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Antara, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.