JAKARTA, KOMPAS.TV- Lembaga penelitian dan advokasi kebijakan, The PRAKARSA menanggapi rilis Bank Dunia.
Rilis itu mengenai Macro Poverty Outlook 2025, yang menunjukkan tingkat kemiskinan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan pengukuran Badan Pusat Statistik (BPS).
Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia menggunakan indikator upper middle-income poverty rate, yang mengukur kemiskinan berdasarkan konsumsi rumah tangga sebesar 6,85 dolar AS, setara Rp113.283,43 per hari dengan indeks Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity/PPP).
Hasilnya, 60,3 persen penduduk Indonesia tergolong miskin berdasarkan indikator ini, jauh berbeda dari data resmi BPS yang mencatat angka kemiskinan sekitar 9 persen.
Perbedaan ini menimbulkan perdebatan publik.
Namun, menurut Peneliti Ekonomi The PRAKARSA, Bintang Aulia Lutfi, kemiskinan tidak boleh direduksi hanya menjadi sekadar angka statistik.
Baca Juga: Bansos dan Gaji ke-13 jadi Andalan Pemerintah Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2025
“Tetapi di balik setiap angka tersebut terdapat manusia yang menghadapi kerentanan kompleks dalam kehidupan sehari-harinya,” kata Bintang dalam keterangan resmi The PRAKARSA, Rabu (7/5).
“Kemiskinan bukan sekadar soal uang, melainkan menyangkut berbagai dimensi kehidupan. Seperti pendidikan, kesehatan, akses terhadap layanan dasar, hingga partisipasi dalam kehidupan sosial dan politik,” tambahnya.
Ia menjelaskan, The PRAKARSA telah melakukan pengukuran kemiskinan multidimensi (MIKM) di Indonesia dengan mengelaborasikan berbagai indikator non-moneter.
Seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, kebutuhan dasar, dan perlindungan sosial & partisipasi.
Baca Juga: Garuda Indonesia Tanggapi Isu Grounded 15 Pesawat karena Kesulitan Bayar Biaya Perawatan
“Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang lebih adil dan komprehensif dalam mengukur kemiskinan. Pendekatan multidimensi akan memudahkan pemerintah mengambil intervensi dengan cepat,” ungkap Bintang.
Saat ini, penghitungan kemiskinan ditentukan berdasarkan pengeluaran rumah tangga untuk indikator makanan dan non-makanan.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.