Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), selalu berujung pada ricuh prosesnya. Dari sejumlah daerah yang melakukan ini, hampir seluruhnya secara bergelombang dari tahun ke tahun bermasalah. Tahun ini, DKI Jakarta yang konon menerapkan pola baru penerimaan siswa, berbeda dengan pusat, benarkah?
Program AIMAN yang tayang setiap hari Senin Pukul 8 malam, mengupas habis soal PPDB ini. Mengapa bermasalah, mengapa unjuk rasa dilakukan tanpa henti, dan ada apa dengan perbedaan yang katanya diaplikasikan hanya di Jakarta?
Saya akan mulai memberikan pandangan soal PPDB sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang diteken tahun lalu. Dalam Peraturan Menteri ini, disebutkan bahwa, ada 4 jenis jalur penerimaan peserta didik baru (SD, SMP, SMA, dan SMK).
Aturan Main, Calon Siswa Versi Kemendikbud
Pertama adalah "Jalur Zonasi". Pada "Jalur Zonasi", seleksi dilakukan berdasarkan zona alias daerah. Pada Peraturan Pusat (Permendikbud), zonasi ditentukan menggunakan titik dari rumah ke sekolah. Semakin dekat jarak rumah ke sekolah, semakin sang calon siswa mendapat peringkat awal untuk masuk ke sekolah tersebut. Lingkupnya dalam satu Kabupaten/Kota. Jadi calon siswa yang merupakan penduduk daerah itu, bisa mendaftar pada seluruh sekolah di wilayah Kabupaten/Kota terkait.
Kedua, "Jalur Afirmasi". Jalur penerimaan ini ditujukan pada warga tak mampu, yang ditunjukkan dengan keanggotaan pada kelompok penanganan warga tak mampu oleh pemerintah setempat. Di Jakarta misalnya pemilik KJP (Kartu Jakarta Pintar).
Ketiga, adalah "Jalur Perpindahan orang tua", yang ditujukan surat tugas kepindahan dari instansi terkait.
Penulis : Zaki Amrullah