Kompas TV nasional rumah pemilu

Magnet Politik Gibran Jelang Pemilu 2024, Pengamat: Jembatan Menuju Endorsement Jokowi

Kompas.tv - 29 Mei 2023, 18:37 WIB
magnet-politik-gibran-jelang-pemilu-2024-pengamat-jembatan-menuju-endorsement-jokowi
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka dalam program Rosi KOMPAS TV yang ditayangkan Kamis (13/4/2023). (Sumber: KOMPAS TV)
Penulis : Fiqih Rahmawati | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sejumlat elite politik ramai-ramai menyambangi kota Solo dan bertemu dengan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang tak lain merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mulai dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang juga bakal calon presiden (capres) dari Partai Gerindra, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga bakal capres PDIP, hingga yang terbaru Ketua DPR Puan Maharani.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menilai Gibran memiliki magnet politik yang kuat menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

Baca Juga: Pengamat Ungkap Makna Pertemuan Gibran dan Puan, Tegaskan Mega-Jokowi Ada di Jalur yang Sama

Menurutnya, magnet tersebut muncul bukan karena semata-mata Gibran menjadi pusat perhatian, melainkan karena dia merupakan putra Presiden Jokowi.

“Nah, kita tahu Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan atau kepala negara punya keterbatasan untuk memberikan endorsement (dukungan, red) kepada calon presiden. Bagaimanapun kepala negara harus netral,” kata Burhanuddin dalam Kompas Petang Kompas TV, Senin (29/5/2023).

“Maka dicari sosok yang menjadi proksinya Presiden Jokowi yang kira-kira kalau ditemui itu bisa ditafsirkan publik sebagai endorsement Jokowi kepada bakal capres tertentu. Sosok atau proksi dari Presiden Jokowi tak lain adalah Gibran,” jelasnya.

Baca Juga: Soal Penghinaan pada Istrinya di Medsos, Gibran: Aku Wongnya Santai

Burhanuddin juga menyinggung soal magnet politik Jokowi yang masih tinggi meski berada di akhir masa jabatannya pada periode kedua.

Dia menjelaskan, umumnya presiden pada periode kedua mengalami kutukan periode ketua (second term curse), di mana kinerja presiden pada periode kedua umumnya lebih buruk dibanding periode pertama.

“Kenapa lebih buruk? Karena mereka tidak punya insentif elektoral untuk terpilih lagi periode ketiga karena dilarang oleh konstitusi. Makanya, banyak presiden periode kedua di AS (Amerika Serikat) yang mengalami kutukan periode kedua,” jelas dia.

Baca Juga: Bertemu Puan Maharani di Solo, Gibran Cerita Soal Pertemuannya dengan Prabowo Subianto

Menurut Burhanuddin, Jokowi merupakan anomali karena kinerja pemerintahannya dinilai baik saat menjabat di periode kedua.

Jokowi juga dinilai masih memiliki popularitas yang tinggi di tengah masyarakat Indonesia.

“Karena popularitasnya lebih tinggi, maka efek endorsement Jokowi menjadi tinggi. Masalahnya, tidak semua orang bisa mengakses Jokowi. Nah yang bisa mereka akses adalah putranya,” pungkasnya.


 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x