Kompas TV entertainment film

Hati Suhita: Kisah Perjodohan dan Kiprah Perempuan dalam Kehidupan Pesantren

Kompas.tv - 22 Mei 2023, 19:21 WIB
hati-suhita-kisah-perjodohan-dan-kiprah-perempuan-dalam-kehidupan-pesantren
Penulis novel Hati Suhita, Khilma Anis (tengah) dan para pemeran film Hati Suhita dalam konferensi pers pemutaran perdana di Jogja City Mall, Sleman, Yogyakarta, Minggu (21/5/2023). (Sumber: Kompas TV/Nadia Intan F.)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Edy A. Putra

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Film Hati Suhita akan segera bisa dinikmati masyarakat Indonesia pada 25 Mei 2023 mendatang di seluruh bioskop Tanah Air.

Film yang diadaptasi dari novel best seller tulisan Khilma Anisa dengan judul yang sama ini, menceritakan tentang kehidupan pesantren dari sudut pandang yang berbeda.

Sinopsis Hati Suhita

Film berdurasi 2 jam 17 menit ini mengangkat kisah santriwati bernama Alina Suhita yang sejak kecil telah dijodohkan oleh orang tuanya dengan anak dari seorang pengasuh pondok pesantren, Gus Birru.

Ia telah dipersiapkan untuk menjadi pendamping Gus Birru yang akan mewarisi pesantren orang tuanya. Praktis, Alina yang akan menyandang gelar sebagai Nyai atau istri Kiai pengasuh pesantren, telah dilatih menjadi pengasuh pondok pesantren sejak lama.

Ketika menikah, Alina yang turut berperan dalam pengelolaan pesantren milik orang tua Gus Birru, harus menelan pil pahit karena suaminya mencintai perempuan lain, Ratna Rengganis.

Gus Birru terang-terangan berkata bahwa dirinya menikahi Alina karena keinginan orang tua, bukan cinta. Selama menjalani kehidupan rumah tangga, Alina dan Gus Birru tak pernah bersentuhan.

Di tengah kesepian rumah tangganya, Alina memiliki cara tersendiri untuk memenangi hati suaminya. Di sisi lain, Ratna Rengganis yang pernah jadi kekasih Gus Birru juga menghadapi tantangan yang sulit.

Baca Juga: Viral Dian Sastro Jadi Dosen Film di UI dan Pembimbing Mahasiswa

Profil Khilma Anisa, Penulis Novel Hati Suhita

Lewat novelnya, Khilma Anisa, yang mengenyam pendidikan pesantren selama 13 tahun, ingin mendobrak stigma tentang pesantren yang dianggap kuno, terbelakang, dan kental dengan patriarki.

"Kebetulan saya 13 tahun tinggal di pesantren dan entah kebetulan atau bagaimana, saya ada di pesantren yang dominan memimpin itu Bu Nyainya," kata Khilma kepada KOMPAS.TV dalam konferensi pers penayangan perdana film Hati Suhita di Jogja City Mall, Sleman, Yogyakarta, Minggu (21/5/2023).

"Jadi saya melihat kesetaraan gender di pesantren itu sudah dari lama banget dan di keluarga saya sendiri juga, yang lebih dominan memang ibu daripada abah."

Perempuan yang merupakan alumnus Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang dan Pondok Pesantren Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta ini pun mengaku ingin menyisipkan isu perempuan yang saling mendukung, termasuk dalam hal percintaan.

Ia mengajak kaum hawa untuk bangkit dari keterpurukan soal asmara yang diakuinya sangat menyakitkan bagi hati setiap insan.

"Saya kepengen (ingin), teman-teman di sini itu paham bahwa luka yang jenisnya seperti itu (luka hati) tidak bisa, tidak boleh membuat kita jadi kehilangan marwah, kita harus tetap berdiri tegak menatap matahari, kita harus dalam istilah Jawa itu legowo saja tidak cukup, karena kalau legowo itu kita merelakan, tapi kita harus sportif juga," tuturnya.

"Sportif adalah mengakui kekalahan diri sendiri tapi sekaligus berani mengucapkan selamat bahwa dia yang menang," imbuh pengasuh Pondok Pesantren An-Nur, Jember, Jawa Timur itu.

Tak Ada Pelakor

Melalui tokoh Ratna, Khilma mengaku ingin menghadirkan wajah baru di jagat perfilman Indonesia, terutama genre romantis.

Tak seperti cinta segitiga yang diwarnai tokoh pelakor atau orang ketiga yang jahat, Khilma justru menciptakan tokoh Ratna yang mendukung Alina untuk memenangi hati Gus Birru.

"Rengganis itu memang kebetulan tokoh baru ya di jagat perfilman. Selama ini, perempuan itu kalau nggak sedih banget, dia happy banget," ungkap Khilma.

"Kalau Rengganis itu memang perempuan biasa yang dia mencoba untuk menembus keluarga darah biru, dia dicintai bukan karena cantiknya, tapi dia karena smart-nya, karena dia seorang jurnalis, karena dia seorang aktivis, karena dia pemimpin LSM, karena dia bisa mengimbangi pergerakannya Gus Birru dan bisnisnya di kafenya dan sebagainya."

Baca Juga: Mengenang Eeng Saptahadi, Deretan Film dan Sinetron yang Dibintangi, Dikenal lewat "Losmen"



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x