Kompas TV kolom opini

Anugerah Natal Terindah

Kompas.tv - 25 Desember 2022, 05:05 WIB
anugerah-natal-terindah
Ibu dan anak. (Sumber: Trias Kuncahyono)

Oleh: Trias Kuncahyono

KEMARIN, seorang kawan bertanya: Apakah Natal akan kehilangan maknanya bila tanpa tenda? Tertegun saya membaca pertanyaan itu. Tetapi, sekejap kemudian tertawa. Ada-ada saja pertanyaan kawan saya ini.

Sebenarnyalah, pertanyaan kawan itu, sangat menarik. Bahkan, mendalem, istilahnya. Saya malahan berpendapat, itu pertanyaan kunci.

Tetapi, aku tak tertarik lagi memikirkan soal tenda; tak tertarik menjawab pertanyaan kawan itu ketika memandangi anak saya terbaring tak berdaya di ranjang besi warna putih di rumah sakit. Kupandangi wajahnya. Kedua matanya tertutup, sejak sehari sebelumnya. Ada selang yang dimasukkan ke mulutnya. Plester warna coklat melintang di atas mulutnya.

Tiga jarum tertancap di lengan tangan kirinya. Tiga yang lain di lengan kanannya. Layar monitor yang dipasang di sebelah kanan ranjang menunjukkan angka tekanan darah, detak jantung, dan entah apa lagi. Beberapa alat yang lain ada di kanan-kiri tempat tidur. 

Suara tuit…tuit…tuit, tut…tut, dan tueng…tueng…tueng dari alat-alat itu terus berebut. Suara-suara itu menyusup ke telinga membuat hati enggak nyaman, bergetar. Meski perawat selalu siaga di kamar perawatan itu.

Kulihat dadanya naik turun teratur, mengikuti tarikan napasnya. Namun, terlihat berat. Meskipun, detak jantungnya lebih lambat dibanding beberapa saat sebelumnya seperti habis lari. “Mas, ayo bangun…” bisikku ke telinganya.

Tidak ada reaksi sedikit pun!

***

Sambil duduk menunggui anak kami yang masih tidur pulas dalam kesakitannya, aku berusaha memahami, mengapa ini terjadi. Istriku selalu merasa bersalah, kok tidak bisa menangkap tanda-tanda dan gelagat pada anak kami. Kami memang mengira, ia masih ngantuk dan ingin bangun siang sebagaimana biasanya kalau libur sekolah.

Tetapi, apa yang terjadi, sungguh mengejutkan kami berdua. Apakah arti “kejutan” menjelang Natal ini? Kata Paus Fransiskus (2018), Natal itu membawa “kejutan.” Merayakan Natal berarti “menyambut kejutan-kejutan surga di bumi.”

Kejutan memang bagian dari hidup, seperti para penyuka sepak bola yang selama beberapa pekan lalu mendapat kejutan-kejutan dari pertandingan di Piala Dunia Qatar. Orang terkejut ketika Argentina ditaklukan Arab Saudi; ketika Jepang mengalahkan Jerman; ketika Maroko menggulung Spanyol lalu Portugal; ketika Kroasia memulangkan Brasil.

Siang itu, kami memang sangat terkejut. Anak kami yang kami duga tidur pulas, ternyata dalam masalah, bahkan masalah besar; pandangan matanya kosong dan sayu; sudah nyaris kehilangan kesadarannya penuh; sudah tidak mengenal kami, confused.

Kalau Paus Fransiskus mengatakan, Natal berarti merayakan “hal-hal yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Allah,” atau lebih tepatnya, “Allah yang belum pernah terjadi sebelumnya” ; maka kami sepekan menjelang Natal benar-benar menerima “yang belum pernah terjadi sebelumnya”: anak kami nyaris kehilangan kesadarannya secara penuh saat kami duga tengah tidur nyenyak, pulas.

Tidak mudah memahami dan menerima hal itu. Bagaimana mungkin terjadi, anak kami yang sebelum tidur malam masih tersenyum-senyum dan mengucapkan “good night”, di siang hari berikutnya sudah tak mampu bangun sendiri; dan harus kami bawa ke rumah sakit; dan harus menjalani operasi; dan harus selama beberapa waktu tidak sadarkan diri; dan kami hanya bisa duduk di tepi ranjang sambil terus memandangnya.

Tak henti-hentinya berloncatan dalam hati kami pertanyaan: Mengapa semua ini terjadi, quare hoc factum est Dominus? Kami menggugat. Namun, pada akhirnya, kami berserah, Fiat nobis secundum voluntatem tuam, Domine, terjadilah pada kami seturut kehendak-Mu, ya Tuhan.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x