Kompas TV nasional hukum

Tepis Isu Pengesahan KUHP Terburu-buru, Wamenkumham: Prosesnya Panjang dan Ada Lebih dari 30 Draft

Kompas.tv - 8 Desember 2022, 05:25 WIB
tepis-isu-pengesahan-kuhp-terburu-buru-wamenkumham-prosesnya-panjang-dan-ada-lebih-dari-30-draft
Wamenkumham menepis isu yang menyebut pengesahan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dilakukan terburu-buru. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menepis isu yang menyebut pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dilakukan terburu-buru.

Edward menyebut, proses pengesahan RUU KUHP menjadi KUHP tersebut memakan waktu yang panjang.

“Saya menepis anggapan yang demikian (terburu-buru), karena saya kira ini kan proses panjang dari tahun 2015 sampai dengan 2022, artinya dia memakan waktu tujuh tahun,” jelasnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (7/12/2022).

“Itu kalau kita melihat dari kepemimpinan Presiden Joko Widodo,” lanjutnya.

Baca Juga: Polisi Temukan Belasan Kertas di Polsek Astana Anyar, Kapolri: Penolakan terhadap Rancangan KUHP

Jika melihat ke belakang, lanjut Edward, perjuangan untuk memiliki KUHP sendiri sudah berjalan selama 59 tahun.

“Kalau kita tarik ke belakang, yang sudah 59 tahun, bahkan draf itu selalu berubah. Kalau saya tidak salah, itu lebih dari 30 draf.”

“Mengapa begitu banyak draf? Itu menandakan bahwa pembahasan itu sangat dinamis,” tuturnya.

Menurut Edward, hal itu juga merupakan tanda bahwa pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak menutup telinga terhadap masukan masyarakat.

“Itu menandakan bahwa pemerintah dan DPR tidak buta dan tidak tuli mendengar masukan dari masyarakat.”

Mengenai adanya kritik dari publik, ia menilai hal itu merupakan sesuatu yang wajar, karena tidak mungkin dapat memuaskan semua pihak.

Baca Juga: Tolak Pengesahan RKUHP, Pengunjuk Rasa Gelar Aksi di Medan

“Saya kira itu hal yang wajar, karena tidak mungkin KUHP itu akan memuaskan semua pihak,” ucapnya.

“Karena itu tadi, terjadi perbedaan pendapat dan pemerintah serta DPR harus memutuskan mana yang dia pilih, dan ia jelaskan mengapa dia memilih.”


 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x