Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Suram, Ekonom Sebut PHK Massal di Perusahaan Teknologi Masih Akan Berlanjut

Kompas.tv - 21 November 2022, 11:37 WIB
suram-ekonom-sebut-phk-massal-di-perusahaan-teknologi-masih-akan-berlanjut
Ilustrasi layanan GoTo. PHK massal di perusahaan teknologi diperkirakan masih akan berlanjut. Seiring tingginya inflasi, bunga perbankan, dan perang Rusia-Ukraina. (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di tech company atau perusahaan teknologi Indonesia terus berlanjut. Pekan lalu, perusahaan merger Gojek-Tokopedia, GoTo, mengumumkan akan mem-PHK 1.300 karyawan. Disusul aplikasi belajar online Ruangguru yang mengumumkan PHK terhadap ratusan pegawainya. 

Pengamat ekonomi digital yang juga peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda mengatakan, fenomena PHK massal di tech company disebabkan oleh faktor berantai. 

"PHK terjadi bukan hanya di tech company, tapi juga di sektor lain seperti alas kaki dan garmen. Dan bukan hanya di Indonesia atau di perusahaan yang kelasnya masih start up. Perusahaan sebesar Amazon dan Meta saja juga melakukan PHK," kata Nailul saat dihubungi Kompas TV, Senin (21/11/2022). 

Ia menjelaskan, saat pandemi melanda di 2020, ekonomi dunia memang sempat ambruk. Namun sektor teknologi justru mendapat berkah karena hampir semua kegiatan manusia dilakukan di rumah dan mengandalkan teknologi. 

Baca Juga: PHK 1.300 Pegawai, GoTo Beri Pesangon, Tambahan Gaji, Laptop, dan Konseling Karir

Kemudian bank sentral di seluruh dunia saat itu menerapkan kebijakan suku bunga rendah. Sehingga membuat tech company semakin gencar berinvestasi. Namun, hal itu membuat perekonomian jadi lebih cepat "panas" dalam waktu yang singkat, sehingga menimbulkan inflasi yang mulai merangkak naik. 

Inflasi diperparah saat perang Rusia-Ukraina meletus pada Maret 2022. Bank sentral negara-negara pun menerapkan bunga acuan tinggi untuk meredam inflasi. 

Kenaikan bunga acuan akan berdampak pada naiknya bunga kredit perbankan, sehingga perusahaan pun menahan ekspansi bisnisnya. Lantaran mereka harus membayar bunga yang tinggi jika mengajukan kredit modal ke bank. 


 

"Kalau bunga naik, cost of fund perusahaan juga naik. Investor akan menahan investasinya," ujar Nailul. 

"Suku bunga naik beban bunga juga jadi besar. Kalau mereka pinjam ke bank, jadinya beban operasional mereka mahal. Padahal investor menuntut laporan keuangan yang bagus, harus sustain (berkelanjutan)," ucapnya. 

Baca Juga: Ruangguru Umumkan PHK Ratusan Karyawan, Singgung Situasi Pasar Global

Di saat yang bersamaan, aktivitas masyarakat sudah kembali normal. Sehingga tidak terlalu bergantung pada teknologi. Seperti belanja online, pesan antar makanan secara online, dan lainnya. Otomatis, pendapatan tech company tidak setinggi saat era pandemi. 



Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x