Kompas TV kolom opini

KTT G20 BALI, Pertaruhan Indonesia

Kompas.tv - 6 November 2022, 15:02 WIB
ktt-g20-bali-pertaruhan-indonesia
Presiden Joko Widodo (Sumber: Istimewa via triaskeredensialnews.com)

Oleh Trias Kuncahyono 

SAAT ini, dunia sedang menyaksikan kebangkitan beberapa aspek terburuk dari geopolitik tradisional: persaingan kekuatan besar, ambisi kekaisaran, perebutan sumber daya (Foreign Policy, September/Oktober 2022).

Hal itu tampak nyata setelah Rusia menginvasi Ukraina, Februari 2022. Invasi militer tersebut tidak hanya menyebabkan bencana kemanusiaan dengan menewaskan ribuan orang, memaksa ribuan orang lainnya untuk mengungsi, menghancurkan kota-kota di Ukrina, tetapi juga telah menyebabkan akibat buruk lainnya.

Dampak invasi militer itu telah terlihat pada ekonomi global terutama produsen komoditas dan rantai pasokan global. Secara global, Ukraina adalah produsen terkemuka produk pertanian. Bahkan Ukraina disebut sebagai “keranjang roti” (breadbasket) dunia, karena memproduksi sejumlah besar gandum, barley, kentang, dan gandum hitam. Akibatnya terjadi krisis bahan pangan (juga bahan bakar dan gas) di Eropa dan banyak negara lain yang selama ini menggantungkan kebutuhan gandum dari Ukraina.

Selain itu, Ukraina juga salah satu produsen teratas tingkat global sumber daya alam, seperti titanium, mangan, gas, dan batu bara. Tetapi, karena perang produk sumber daya alam tersebut tidak dapat dikirim ke negara yang membutuhkan. Lebih buruk lagi, karena banyak perusahaan pelayaran menangguhkan layanan ke Rusia dan harus menghindari Laut Hitam karena konflik. Akibatnya, rantai pasokan yang sudah rapuh semakin rapuh.

Risiko geopolitik—persaingan kekuatan besar dengan terlihat semakin nyata setelah terjadinya invasi Rusia ke Ukraina; juga di kawasan Indo-Pasifik antara AS dan China—ini bertabrakan dengan tantangan baru yang kompleks yang menjadi pusat era kontemporer, seperti perubahan iklim, pandemi, dan proliferasi nuklir. Persaingan itu telah membuat hampir tidak mungkin bagi negara-negara besar untuk bekerja sama dalam tantangan regional dan internasional.

Baca Juga: Kata Pak Rudy

Kondisi seperti itu telah menegaskan lingkaran setan persaingan geopolitik yang semakin ketat mempersulit untuk menghasilkan kerja sama yang dituntut untuk menyelesaikan masalah-masalah global baru.

Sebelum invasi militer Rusia ke Ukraina, dunia sudah dihantam pandemi Covid-19. Pandemi ini telah mengirimkan gelombang kejut ke seluruh perekonomian dunia dan memicu krisis ekonomi global terbesar dalam lebih dari satu abad (World Development Report 2022, World Bank). Krisis berdampak dramatis pada kemiskinan dan ketidaksetaraan global.

Kemiskinan global meningkat untuk pertama kalinya dalam satu generasi, dan hilangnya pendapatan yang tidak proporsional di antara populasi yang kurang beruntung menyebabkan peningkatan dramatis dalam ketidaksetaraan di dalam dan di seluruh negara. Akibat krisis masih terasa hingga sekarang. Bahkan tahun depan diperkirakan akan terjadi resesi dunia. Menurut Ned Davis Research, ada peluang 98,1 persen resesi global.

Potongan artikel Koran Kompas membagas KTT G20 (Sumber: Harian Kompas, 4 November 2022 via triaskerendsialnews.com)

“Stronger Together”

Dalam situasi dunia seperti itu, Indonesia memegang mandat kepercayaan sebagai presidensi G20. G-20 memiliki anggota 19 negara, dan satu organisasi regional yaitu Uni Eropa. Sebagai forum ekonomi utama dunia, G-20 memiliki posisi strategis. Oleh karena, secara kolektif mewakili sekitar 65 persen penduduk dunia, 79 persen perdagangan global, dan setidaknya 85 persen perekonomian dunia (g20.org).

Data ini menunjukkan potensi besar yang dimiliki oleh G-20 untuk membangun kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan di antara sesama anggotanya.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.