Kompas TV nasional sosial

Kisah Raja Kertanegara: Mabuk, Pesta Seks dan Pembunuhan, Ritual demi Mempertahankan Kekuasaan

Kompas.tv - 25 Oktober 2022, 07:10 WIB
kisah-raja-kertanegara-mabuk-pesta-seks-dan-pembunuhan-ritual-demi-mempertahankan-kekuasaan
Arca Joko Dolog yang merupakan perwujudan dari raja terakhir dari Kerajaan Singosari, Kertanegara.( Sumber: surabaya.go.id)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesianis dari Amerika Serikat Benedict Anderson dalam tulisannya yang sangat terkenal "Gagasan tentang kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa" menjelaskan bahwa salah satu cara dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan adalah dengan mengumbar kenikmatan duniawi. 

Mengumbar nafsu duniawi ini tidak serta merta berkaitan dengan urusan moral. Salah satu contoh yang dikemukakan oleh Ben Anderson adalah Raja Kertanegara, penguasa terakhir dari Kerajaan Singasari pada abad ke 11. 

Raja Kertanegara sebagai penganut Bhaivaris (Budha Tantrayana) memiliki keyakinan bahwa kekuasaan bisa diraih lewat mabuk-mabukan dan pesta seks dan pembunuhan ritual. "Sebabnya adalah karena dalam sistem kepercayaan Bhaivaris, mengikuti hawa nafsu secara sistematis dalam bentuk yang paling ekstrem dianggap dapat menghabiskan nafsu sendiri, sehingga memungkinkan dipusatkannya kekuasaan seseorang tanpa mengalami halangan lebih lanjut," tulis Ben.

Baca Juga: Biografi HOS Tjokroaminoto, Pemimpin SI yang Dijuluki "Raja Jawa Tanpa Mahkota"

Jadi, tujuan dari mengumbar nafsu itu adalah pemusatan kekuasaan, walau jalan yang dipilih amat berbeda dari sisi sebaliknya yaitu "membesarkan diri" dengan bertapa atau matiraga.   

Menurut catatan sejarah, kala itu Raja Kertanegara bersama para patihnya berpesta pora. Mereka makan dan minum sebanyak-banyaknya, mabuk-mabukan hingga bersetubuh dengan para perempuan sepuasnya.

Perilaku ini diyakini akan menghabiskan nafsu sang raja dan menjadi jalan untuk meraih kekuasan. 

Namun sejarah berkata di bawah Kertanegara justru Singasari hancur. 

Keruntuhan Singasari Pada 1292 M, disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah adanya pemberontakan yang dilakukan oleh Jayakatwang pada 1292.

Sementara itu, faktor eksternal yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Singasari adalah serangan dari bangsa Mongol pada 1280 dan 1281 di bawah Kublai Khan. 

Melalui utusannya, Kubilai Khan meminta agar Singasari tunduk di bawah kekuasaan bangsa Mongol di China. Selain itu, Kubilai Khan juga meminta agar Singasari mengirim seorang pangeran ke China sebagai bukti tunduknya mereka terhadap Kekaisaran Mongol. 

Kertanegara menanggapi tuntutan tersebut dengan cara yang provokatif, melukai wajah utusan Kubilai Khan dan memerintahkannya menyampaikan pesan bahwa Singasari menolak tunduk kepada bangsa Mongol. Mengetahui hal itu, Kubilai Khan pun merasa tersinggung dan memutuskan mengirim armada perang untuk menyerang Kerajaan Singasari pada 1292.

Sementara Kertanegara sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan bangsa Mongol, tiba-tiba Jayakatwang melakukan pemberontakan di pusat Kerajaan Singasari. 

Baca Juga: Dilantik Enam Kali Beruntun sebagai Gubernur DIY hingga 2027, Raja Yogya Usung Pancamulia, Apa Itu?

Kertanegara tewas di tangan Jayakatwang dan Kerajaan Singasari jatuh ke dalam kekuasaannya. Kerajaan Singasari runtuh pada 1292 seiring dengan meninggalnya Kertanegara sebagai raja terakhir Kerajaan Singasari.

 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x