Kompas TV nasional hukum

Pakar Hukum UI Prediksi Sambo Lolos dari Hukuman Mati, Maksimal Penjara Seumur Hidup

Kompas.tv - 13 Oktober 2022, 05:45 WIB
pakar-hukum-ui-prediksi-sambo-lolos-dari-hukuman-mati-maksimal-penjara-seumur-hidup
Pakar hukum pidana UI menilai  menilai kemungkinan Ferdy Sambo, tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J lolos dari hukuman mati sangat terbuka. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana, menilai kemungkinan Ferdy Sambo, tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, lolos dari hukuman mati sangat terbuka.

Menurut Gandjar, persentase tuntutan hukuman mati untuk Ferdy Sambo hanya 50:50.

“Kalau lolos dari hukuman mati, menurut saya sih sangat terbuka dan kalau saya sih menganggap, terlepas dari perdebatan tadi, pro kontra hukuman mati, ini menurut saya fifty-fifty,” jelasnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (12/10/2022).

“Saya tidak cukup yakin jaksa akan menuntut hukuman mati, meskipun valid terbukti.”

Bahkan jika terbukti pun, ia menduga jaksa penuntut umum (JPU) pada kasus itu hanya akan menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup atau 20 tahun.

Baca Juga: Pengacara Ferdy Sambo Ingatkan Bharada E Tidak Pakai Label JC untuk Selamatkan Diri Sendiri

“Jadi dugaan saya, kalaupun ini valid terbukti, semua unsur terbukti, alat buktinya kuat, dugaan saya jaksa penuntut umum hanya akan mengancam dengan pidana seumur hidup, perkiraan saya,” ujarnya.

Gandjar menjelaskan, yang sering terjadi dalam pengadilan adalah terdakwa diancam dengan pasal dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati, tetapi ujung-ujungnya, JPU tidak menuntut maksimal.

Dari tuntutan jaksa, lanjut dia, sebenarnya dapat dilihat seberapa yakin jaksa dengan pembuktian yang dia lakukan di pengadilan.

“Kalau dia yakin betul, mestinya dia tuntut maksimal, kecuali ada pertimbangan lain-lain untuk tidak menuntut pidana mati.”

“Kalau di dalam hukum pidana ini sebenarnya kita tidak mengenal hukuman seberat-beratnya. Hukuman itu setimpal dengan kesalahan,” imbuhnya.

Untuk kesalahan yang dinilai berat, hakim akan menjatuhkan hukuman yang berat, demikian pula sebaliknya.

“Tapi kan aturan undang-undang sudah menyebut ancaman pidana maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup (ada) di (Pasal) 340, atau 15 tahun di (Pasal) 338,” ucapnya merujuk pasal tentang pembunuhan berencana dan pembunuhan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Tinggal balik lagi saya bilang tadi, bagaimana jaksa penuntut umum punya kemampuan untuk membuktikan secara maksimal semua alat bukti valid, sehingga meyakinkan hakim, dan dia menuntut dengan maksimal,” tegasnya.

Ia menambahkan, ada hal lain yang penting dalam proses peradilan hukum pidana, yakni hakim tidak terikat pada tuntutan jaksa.

Baca Juga: Kuasa Hukum: Ferdy Sambo Panik Bharada E Tembak Brigadir J, Lalu Lahirlah Skenario Tembak Menembak

Hal itu menurutnya berbeda dengan proses peradilan perdata, yakni hakim tidak boleh memenuhi permintaan penggugat melampaui gugatannya.

“Tapi kalau di pengadilan pidana kan bisa, meskipun jaksa misalnya bilang 15 tahun, kalau hakimnya merasa yakin boleh lebih berat, tergantung pada keyakinan hakim,” pungkasnya.


 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x