Kompas TV bisnis kebijakan

Anggota DPR Mulyanto Sebut Program Kompor Listrik Belum Diterapkan Secara Nasional di 2023

Kompas.tv - 26 September 2022, 08:53 WIB
anggota-dpr-mulyanto-sebut-program-kompor-listrik-belum-diterapkan-secara-nasional-di-2023
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS Mulyanto dalam Program Sapa Indonesia Pagi. (Sumber: Tangkapan Layar YouTube Kompas TV/Dina Karina )
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta agar program konversi kompor gas ke kompor listrik jangan sampai memberatkan masyarakat. Menurutnya, program kompor listrik diadakan untuk menyerap pasokan listrik PLN yang berlebih.

"Ini kan persoalan kelebihan pasokan listrik ini sudah lama. Dari dulu sudah begitu. Intinya jangan sampai solusinya memberatkan masyarakat," kata Mulyanto di program Sapa Indoensia Pagi Kompas TV, Senin (26/9/2022).

"Karena dari dulu perencanaannya salah. Ditargetkan tumbuh listrik 50 persen. Ternyata naik per tahun 5-7 persen. Apalagi ada pandemi. Semakin turun lah," ujarnya.

Saat ini, DPR berupaya mendorong peningkatan pemakaian listrik industri. DPR juga terus mengadakan rapat dengan pendapat dengan PLN, Kementerian ESDM, pihak industri, termasuk industri pembuat kompor listrik.

"Sekarang itu bagaimana dorong intensif penggunaan listrik untuk industri. Lalu mobil listrik ekosistemnya dibangun," ucap Mulyanto.

Baca Juga: Pakai Kompor Listrik 1.000 Watt tapi Enggak Perlu Tambah Daya? PLN: Ada Jalur Kabel Khusus

Menurutnya, konversi ke kompor listrik secara menyeluruh belum akan berjalan di 2023. Lantaran anggarannya tidak tercantum dalam RAPBN 2023 yang sebentar lagi disahkan.

Mulyanto menegaskan, yang sekarang terjadi adalah uji coba yang dilakukan PLN terhadap 300.000 pengguna kompor listrik. Pada tahap awal, saat ini uji coba baru dilakukan pada 1.000 keluarga penerima manfaat (KPM) di Solo dan 1.000 di Denpasar.


 

"Kalau nanti evaluasinya baik, masyarakat tidak terbebani, subsidi tetap ada, naik daya gratis, harganya juga bersaing dengan gas melon, mungkin masyarakat akan lebih mudah menerima," tutur Mulyanto.

Ia juga mengingatkan program tersebut rawan dikaitkan dengan isu politik. Karena kompor listrik dibagikan jelang tahun politik.

"Ini rawan secara politik karena masalahnya kompleks. Awalnya masalah surplus listrik, lalu ada beban subsidi impor LPG, lalu ke pembagian kompor listrik, lalu menghapus 450 VA. Jadi ke mana-mana," katanya.

Baca Juga: Karyawan Indosat yang Kena PHK Dapat Pesangon Hingga Rp4,3 M, Ini Aturannya dalam UU Cipta Kerja

Sebagai informasi, PLN saat ini terus mengalami kelebihan pasokan atau oversupply listrik. Pada 2022 ini kondisi surplus listrik PLN mencapai 6 gigawatt (GW) dan akan bertambah menjadi 7,4 GW di 2023, bahkan diperkirakan mencapai 41 GW di 2030.

Dalam kontrak jual-beli listrik antara PLN dengan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP), ada yang namanya skema take or pay. Artinya, dipakai atau tidak dipakai listrik yang diproduksi IPP,  harus tetap dibayar PLN sesuai kontrak.

Skema tersebut membuat oversupply justru menjadi beban PLN. Sehingga Banggar menyarankan pemerintah perlu menaikkan daya listrik penerima subsidi agar menyerap listrik PLN yang saat ini mengalami oversupply.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x