Kompas TV internasional kompas dunia

Nyanyi Kematian untuk Diktator: Bisakah Gelombang Protes Mahsa Amini Tumbangkan Rezim Teokrasi Iran?

Kompas.tv - 21 September 2022, 19:39 WIB
nyanyi-kematian-untuk-diktator-bisakah-gelombang-protes-mahsa-amini-tumbangkan-rezim-teokrasi-iran
Motor polisi dibakar massa dalam aksi demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini di Teheran, Iran, Senin (19/9/2022). (Sumber: Associated Press)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Purwanto

TEHERAN, KOMPAS.TV - Iran dilanda gelombang protes dan kerusuhan yang terjadi di berbagai kota beberapa hari belakangan. Aksi massa dipantik oleh kematian Mahsa Amini, perempuan 22 tahun yang ditangkap karena melanggar aturan hijab lalu tewas di tahanan.

Demonstrasi yang dilangsungkan di berbagai kota, Teheran, tak jarang berlangsung rusuh dan berani. Demonstran membangkang terhadap aparat keamanan dan demonstran perempuan beraksi membakar hijab.

Banyak warga Iran, terutama kaum muda, memandang kematian Amini sebagai hasil kebijakan ketat Iran yang membungkam pembangkangan dan meningkatnya kekerasan polisi moral terhadap perempuan.

Di sejumlah kota, demonstran bentrok lawan aparat keamanan. Di Teheran, demonstrasi diwarnai bentrokan dan pembakaran motor polisi.

Menurut laporan Associated Press, Rabu (21/9/2022), aparat bertindak keras untuk membubarkan demonstrasi di Iran. Unit Basij, relawan keamanan di Garda Revolusioner Iran mengejar demonstran pakai motor dan memukuli mereka dengan pentungan.

Baca Juga: Protes Kematian Mahsa Amini, Perempuan di Iran Bakar Hijab sambil Menari

Basij sendiri diketahui cenderung berlaku keras membungkam aksi-aksi demonstrasi terhadap rezim teokrasi Iran beberapa tahun belakangan.

Meskipun beroleh perlakuan keras dari aparat, demonstran tetap menyuarakan tuntutan dengan berani. Nyanyian “matilah diktator”, merujuk Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei masih terdengar dalam gelombang-gelombang demonstrasi.

Gerakan demokrasi Iran bubarkan teokrasi?

Gelombang demonstrasi terkait kematian Amini dan kewajiban Iran sepekan belakangan tidak bisa dilepaskan dari gerakan pro-demokrasi yang menguat di negara itu sejak 2019 silam.

Pada 2019 lalu, Iran dilanda kerusuhan berdarah yang berlangsung hingga awal 2020. Gelombang kerusuhan dipicu oleh demonstrasi menentang kenaikan harga bahan bakar hingga 50-100%.

Gelombang demonstrasi ini dihadapi secara represif oleh aparat keamanan Iran. Totalnya, sekitar 1.500 orang diperkirakan tewas selama gelombang kerusuhan.

Usai gelombang kerusuhan tersebut, gerakan pro-demokrasi di Iran dilaporkan menguat hingga menimbulkan gelombang demonstrasi baru usai kematian Mahsa Amini. 

Rezim teokrasi Iran sendiri telah menghadapi sejumlah gelombang protes usai berkuasa sejak Revolusi Islam Iran 1979. Teheran selalu berhasil membungkam protes secara paksa.

Gelombang protes yang paling mengancam rezim Ali Khamenei terjadi pada 2009 silam. Ketika itu, demonstrasi yang disebabkan pemilu tahun 2009 meluas hingga timbul tuntutan reformasi besar-besaran.

Otoritas Iran menghadapi jutaan massa yang turun ke jalan dengan keras. Garda Revolusioner Iran dan paramiliter Basij menembaki demonstran dan melakukan penangkapan besar-besaran. Tokoh-tokoh oposisi pun dikenai tahanan rumah. 

Belakangan, skala kerusuhan demonstrasi terkait kematian Amini tidak sampai mendekati kerusuhan 2019 atau 2009. Namun, kaum muda Iran terus menunjukkan aksi pembangkangan di berbagai kota dan bentrok lawan aparat.

Hingga Rabu (21/9), Iran dilaporkan telah menangkap 25 orang terkait kerusuhan, termasuk tiga warga negara asing. Dari mana asal warga negara asing tersebut tidak diungkapkan.

Di Kurdistan Iran, tiga orang dilaporkan tewas oleh kelompok bersenjata terkait gelombang protes yang terjadi belakangan ini. Peristiwa tersebut menjadi kematian pertama terkait protes pasca-kematian Mahsa Amini.

Baca Juga: Pemerintah Iran Klaim Kerusuhan Terkait Kematian Mahsa Amini Dikompori Asing, 3 WNA Ditangkap



Sumber : Kompas TV/Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x