Kompas TV internasional kompas dunia

Jokowi Pertimbangkan Beli Minyak Rusia, Dibayangi Potensi Sanksi AS

Kompas.tv - 12 September 2022, 14:21 WIB
jokowi-pertimbangkan-beli-minyak-rusia-dibayangi-potensi-sanksi-as
Indonesia mempertimbangkan untuk membeli minyak dari Rusia, tetapi dibayangi sanksi Amerika Serikat. (Sumber: ANTARA FOTO)
Penulis : Rofi Ali Majid | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Melonjaknya harga minyak dunia membuat pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk membeli minyak Rusia, seperti yang sudah dilakukan China dan India.

Menukil laporan Financial Times pada Senin (12/9/2022), Presiden Jokowi menjawab hal itu saat ditanya peluang Indonesia membeli minyak dari Vladimir Putin.

"Semua opsi selalu kami pantau. Jika ada negara, dan mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja," kata Jokowi.

Pemerintah Indonesia sebelumnya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per awal September 2022. Kenaikan BBM jenis Pertalite bahkan menyentuh angka 30 persen.

Kebijakan itu, yang disebut sebagai "opsi terakhir" akibat tekanan fiskal, memicu gelombang protes hampir di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Harga BBM AS Turun, Lebih Terjangkau Ketimbang di Indonesia?

Sayangnya, jika nanti pemerintah jadi membeli minyak Rusia, Indonesia berpotensi mendulang sanksi dari Amerika Serikat (AS).

Hal itu diungkapkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sandiaga Uno pada Sabtu (20/8).

"Rusia, setiap harinya, dengan harga minyak yang naik, dan dia menjual minyak di bawah harga pasar, untungnya 6 miliar dolar AS per hari. Cost of war, 1 miliar dolar AS per hari. Jadi Rusia profit 5 miliar dolar AS setiap hari," ujarnya.

Sandi menjelaskan, Rusia sudah menawarkan minyak kepada Indonesia, dengan harga 30 persen lebih murah dari harga internasional. Namun, pemerintah masih mempertimbangkan tawaran itu lantaran terancam sanksi AS.

"Barat ini kan, bagaimanapun juga, mereka kontrol teknologi payment. Setiap pengiriman dolar harus melewati New York. Kenapa kita takut, nggak ngambil minyak Rusia, karena kita takut swift-nya dimatikan. Swift dimatikan, kita nggak bisa kirim dolar," katanya.

"Kata Rusia nggak usah takut, bayarnya pakai Rubel (mata uang Rusia-red) saja, convert Rupiah ke Rubel. Nah ini yang teman-teman di sektor keuangan lagi ngitung-ngitung," kata Sandi.

Baca Juga: Pejabat AS Datang ke Jakarta, Minta Indonesia Lawan Harga Minyak Rusia


 



Sumber : Kompas TV/Financial Times


BERITA LAINNYA



Close Ads x